pak ustad yang dirahmati allah
haruskah kita bertaqlid?hal apa yang mengharuskan dan memperkuat kita bertaqlid,saya belum faham taqlid itu sendiri harus pemahaman mana yang mesti saya jalani dan yakini, apakah kita mesti bertaqlid kepada diantara 4mazhab, yang saya tahu cuma ada di indonesia saja, bukankah para imam yang lain diluar yg'4'ilmunya diakui bahkan pengetahuanya pun melebihi mereka
mohon maaf bila ada kata yang salah dan kurang jelas, saya masih jauh dari faham.
jazakalloh
dzikry
JAWABAN
Waaalikumussalam Wr Wb
Saudara Dzikriy yang dimuliakan Allah swt
Para ulama Ushul telah memberikan berbagai definisi untuk menjelaskan hakekat daripada taqlid, diantaranya perkataan sebagian mereka bahwa taqlid adalah menerima perkataan seseorang sementara dirinya tidak mengetahui darimana asal perkataan itu. Sebagian lainnya berpendapat bahwa taqlid adalah menerima pendapat seseorang tanpa hujjah (dalil). Sedangkan Abul Ma’ali al Juweiniy memilih definisi bahwa taqlid adalah mengikuti (seseorang) yang didalam mengikutinya itu tanpa disertai hujjah dan tidak bersandar kepada ilmu.
Adapun pembagian taqlid serta penjelasan hukum setiap bagian itu adalah sebagai berikut
1. Taqlid orang yang memiliki kemampuan berijtihad kepada seorang ulama setelah jelas baginya kebenaran berdasarkan dalil-dalil yang ada dari Nabi saw, maka dalam hal ini tidak diperbolehkan baginya untuk bertaqlid kepada orang yang bertentangan dengan apa yang telah didapatnya itu (berupa kebenaran) berdasarkan ijma’ ulama.
2. Taqlid orang yang telah memenuhi kemampuan berijtihad kepada seorang mujtahid lain sebelum dirinya mendapatkan hukum syar’i melalui ijtihadnya maka diperbolehkan baginya untuk bertaqlid dengan mujtahd lainnya, sebagaimana dikatakan Syafi’i, Ahmad dan sekelompok ulama dan ini pendapat yang paling tepat dikarenakan dirinya memiliki kemampuan untuk mendapatkan hukum syar’i maka dirinya dibebankan untuk melakukan ijtihad untuk mengetahui hukum syar’i didalam permasalahan itu berdasarkan firman-Nya :
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
Artinya : “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (QS. At Taghabun : 16)
Serta hadits Rasulullah saw,”Apabila aku perintahkan kalian dengan suatu perintah maka lakukanlah sesuai kesanggupan kalian.”
3. Taqlid seorang yang tidak memiliki kemampuan untuk menelaah dalil-dalil dan mengeluarkan hukum-hukum darinya kepada seorang yang alim yang telah memenuhi kemampuan ijtihad terhadap dalil-dalil syar’i maka ini diperbolehkan, berdasarkan firman Allah swt :
لاَ يُكَلِّفُ اللّهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا
Artinya : “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al Baqoroh : 286)
Artinya : “Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada Mengetahui.” (QS. Al Anbiya : 7)
Serta dalil-dalil lainnya yang sejenis yang menujukkan bahwa telah diangkat kesulitan serta untuk melindungi seorang mukallaf dari jatuh kedalam hukum-hukum lalu mengatakan sesuatu tentang Allah yang tidak berdasarkan ilmu.
4. Taqlid kepada orang-orang yang menentang syariat islam, seperti nenek moyang, tuan-tuan, pemimpin-pemimpin ashobiyah atau mengikuti hawa nafsu maka taqlid yang seperti ini adalah diaharamkan menurut ijma’ ulama. Kecaman terhadap hal ini banyak terdapat didalam nash-nash Al Qur’an dan Sunnah. Firman Allah swt :
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنزَلَ اللّهُ قَالُواْ بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءنَا أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لاَ يَعْقِلُونَ شَيْئاً وَلاَ يَهْتَدُونَ
Artinya : “Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami Hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?". (QS. Al Baqoroh : 170)
فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّىَ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُواْ تَسْلِيمًا
Artinya : “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An Nisaa : 65)
Artinya : “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al Ahzab : 36)
Artinya : “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An Nuur : 63)
Artinya : “Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." (QS. Al Imran : 31)
إِنَّ اللَّهَ لَعَنَ الْكَافِرِينَ وَأَعَدَّ لَهُمْ سَعِيرًا ﴿٦٤﴾
خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا لَّا يَجِدُونَ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا ﴿٦٥﴾
يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولَا ﴿٦٦﴾
وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلَا ﴿٦٧﴾
رَبَّنَا آتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا ﴿٦٨﴾
Artinya : “Sesungguhnya Allah mela'nati orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (neraka). Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; mereka tidak memperoleh seorang pelindungpun dan tidak (pula) seorang penolong. Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata: "Alangkah baiknya, Andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul". Dan mereka berkata;:"Ya Tuhan kami, Sesungguhnya kami Telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar" (QS. Al Ahzab : 64 – 68) – (Al Lajnah ad Daimah Lil Buhuts wal Ifta’ juz VI hal 475 – 477)
Kemudian apakah diwajibkan bagi seorang yang awam untuk bermadzhab dengan madzhab seorang mujtahid tertentu serta berpegang teguh dengan seluruh azimah dan rukhshahnya dan tidak diperbolekan keluar dari pendapatnya ?
Jumhur ulama berpendapat bahwa hal itu tidaklah wajib, sebagai contoh : hendaklah dirinya mengamalkan pendapat Abu Hanifah didalam suatu permasalahan dan didalam permasalahan lainnya dia mengamalkan pendapat seorang mujtahid lainnya, hal ini dpertegas bahwa orang-orang yang meminta fatwa di setiap masa dari zaman sahabat hingga setelahnya sesekali mereka meminta fatwa kepada seseorang dan kali lainnya kepada selainnya dan mereka tidak mengharuskan dirinya kepada seseorang mufti saja.
Dengan demikian, seandainya seseorang berpegang teguh dengan suatu madzhab tertentu, seperti Abu Hanifah atau Syafi’i maka hal itu janganlah menjadikannya taqlid dengannya didalam setiap permasalahan, demikianlah pendapat al Amidi, Ibnul Hajib, al Kamal didalam penjelasannya dan ar Rofi’i serta yang lainnya karena berpegang teguh dengan suatu madzhab bukan suatu keharusan. Karena tidak ada kewajiban kecuali terhadap apa-apa yang telah diwajibkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Allah dan Rasul-Nya tidaklah mewajibkan seseorang untuk bermadzhab kepada madzhab imam tertentu dan bertaqlid dengannya didalam agamanya, mengambil setiap yang berasal darinya dan meninggalkan yang bukan darinya. .. (Fatawa al Azhar juz VII hal 173)
Imam Syaukani mengatakan bahwa para ulama yang membolehkan taqlid pun berbeda pendapat tentang apakah diwajibkan bagi seorang awam untuk berpegang teguh dengan madzhab tertentu. Sekelompok ulama mengatakan bahwa hal itu diharuskan baginya, demikian dikatakan Ilkiya al Harrosiy.
Sedangkan ulama lainnya mengatakan bahwa hal itu bukanlah suatu keharusan, ini pendapat yang diambil oleh Ibnu Burhan dan Nawawi dan ini juga pendapat para ulama Hambali. Mereka berdalil bahwa para sahabat tidaklah mengingkari orang-orang awam yang bertaqlid kepada sebagian mereka (para sahabat) didalam sebagian permasalahan sementara disebagian masalah lainnya mereka bertaqlid dengan sebagian sahabat lainnya. Para ulama salaf dahulu bertaqlid dengan para ulama yang mereka kehendaki sebelum munculnya madzhab-madzhab.
Orang-orang yang mengatakan bahwa diwajibkan taqlid bagi seorang awam berpegang teguh dengan madzhab tertentu maka baginya mengambil azhimah maupun rukhshahnya kecuali apabila telah jelas baginya bahwa pendapat lainnya lebih utama untuk dijadikan sebagai pegangan.
Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa apabila telah jelas baginya hukum Allah dan Rasul-Nya didalam suatu permasalahan maka tidaklah diperbolehkan baginya untuk berpaling darinya dan tidak pula mengikuti seseorang didalam menentang hukum Allah dan Rasul-Nya… (al Mausu’ah al Fiqhiyah juz II hal 4682)
Wallahu A’lam
Baca selengkapnya ..
Jumat, 12 Maret 2010
Permusuhan Yahudi Terhadap Islam Dalam Sejarah
Permusuhan Yahudi terhadap Islam sudah terkenal dan ada sejak dahulu kala. Dimulai sejak dakwah Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan mungkin juga sebelumnya bahkan sebelum kelahiran beliau. Hal ini mereka lakukan karena khawatir dari pengaruh dakwah islam yang akan menghancurkan impian dan rencana mereka. Namun dewasa ini banyak usaha menciptakan opini bahwa permusuhan yahudi dan islam hanyalah sekedar perebutan tanah dan perbatasan Palestina dan wilayah sekitarnya, bukan permasalahan agama dan sejarah kelam permusuhan yang mengakar dalam diri mereka terhadap agama yang mulia ini.
Padahal pertarungan kita dengan Yahudi adalah pertarungan eksistensi, bukan persengkataan perbatasan. Musuh-musuh islam dan para pengikutnya yang bodoh terus berupaya membentuk opini bahwa hakekat pertarungan dengan Yahudi adalah sebatas pertarungan memperebutkan wilayah, persoalan pengungsi dan persoalan air. Dan bahwa persengketaan ini bisa berakhir dengan (diciptakannya suasana) hidup berdampingan secara damai, saling tukar pengungsi, perbaikan tingkat hidup masing-masing, penempatan wilayah tinggal mereka secara terpisah-pisah dan mendirikan sebuah Negara sekuler kecil yang lemah dibawah tekanan ujung-ujung tombak zionisme, yang kesemua itu (justeru) menjadi pagar-pagar pengaman bagi Negara zionis. Mereka semua tidak mengerti bahwa pertarungan kita dengan Yahudi adalah pertarungan lama semenjak berdirinya Negara islam diMadinah dibawah kepemimpinan utusan Allah bagi alam semesta yaitu Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam
Demikianlah permusuhan dan usaha mereka merusak Islam sejak berdirinya Negara islam bahkan sejak Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam hijrah ke Madinah sampai saat ini dan akan berlanjut terus. Walaupun tidak tertutup kemungkinan mereka punya usaha dan upaya memberantas islam sejak kelahiran beliau n . hal ini dapat dilihat dalam pernyataan pendeta Buhairoh terhadap Abu Thalib dalam perjalanan dagang bersama beliau diwaktu kecil. Allah Ta’ala telah jelas-jelas menerangkan permusuhan Yahudi dalam firmanNya:
Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. (Qs. 5:82)
Melihat demikian panjangnya sejarah dan banyaknya bentuk permusuhan Yahudi terhadap Islam dan Negara Islam, maka kami ringkas dalam 3 marhalah;
Marhalah pertama:
Upaya Yahudi dalam menghalangi dakwah Islam di masa awal perkembangan dakwah islam dan cara mereka dalam hal ini.
Diantara upaya Yahudi dalam menghalangi dakwah Islam di masa-masa awal perkembangannya adalah:
1. Pemboikotan (embargo) Ekonomi: Kaum muslimin ketika awal perkembangan islam di Madinah sangat lemah perekonomiannya. Kaum muhajirin datang ke Madinah tidak membawa harta mereka dan kaum Anshor yang menolong mereka pun bukanlah pemegang perekonomian Madinah. Oleh karena itu Yahudi menggunakan kesempatan ini untuk menjauhkan kaum muslimin dari agama mereka dan melakukan embargo ekonomi. Para pemimpin Yahudi enggan membantu perekonomian kaum muslimin dan ini terjadi ketika Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam mengutus Abu Bakar menemui para pemimpin Yahudi untuk meminjam dari mereka harta yang digunakan untuk membantu urusan beliau dan berwasiat untuk tidak berkata kasar dan tidak menyakiti mereka bila mereka tidak memberinya. Ketika Abu Bakar masuk Bait Al Midras (tempat ibadah mereka) mendapati mereka sedang berkumpul dipimpin oleh Fanhaash –tokoh besar bani Qainuqa’- yang merupakan salah satu ulama besar mereka didampingi seorang pendeta yahudi bernama Asy-ya’. Setelah Abu Bakar menyampaikan apa yang dibawanya dan memberikan surat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam kepadanya. Maka ia membaca sampai habis dan berkata: Robb kalian butuh kami bantu! Tidak hanya sampai disini saja, bahkan merekapun enggan menunaikan kewajiban yang harus mereka bayar, seperti hutang, jual beli dan amanah kepada kaum muslimin. Berdalih bahwa hutang, jual beli dan amanah tersebut adanya sebelum islam dan masuknya mereka dalam islam menghapus itu semua. Oleh karena itu Allah berfirman:Di antara Ahli Kitab ada orang yang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu, kecuali jika kamu selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaranmereka mengatakan:”Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi. Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui. (Qs. 3:75)
2. Membangkitkan fitnah dan kebencian: Yahudi dalam upaya menghalangi dakwah islam menggunakan upaya menciptakan fitnah dan kebencian antar sesama kaum muslimin yang pernah ada di hati penduduk Madinah dari Aus dan Khodzraj pada masa jahiliyah. Sebagian orang yang baru masuk islam menerima ajakan Yahudi, namun dapat dipadamkan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam . diantaranya adalah kisah yang dibawakan Ibnu Hisyam dalam Siroh Ibnu Hisyam (2/588) ringkas kisahnya: Seorang Yahudi bernama Syaas bin Qais mengutus seorang pemuda Yahudi untuk duduk dan bermajlis bareng dengan kaum Anshor, kemudian mengingatkan mereka tentang kejadian perang Bu’ats hingga terjadi pertengkaran dan mereka keluar membawa senjata-senjata masing-masing. Lalu hal ini sampai pada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. maka beliau shallallahu ’alaihi wa sallam segera berangkat bersama para sahabat muhajirin menemui mereka dan bersabda:يَا مَعْشَر المُسْلِمِيْنَ اللهَ اللهَ أَبِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ وَ أَنَا بَيْنَ أَظْهُرِكُمْ بَعْدَ أَنْ هَدَاكُمُ اللهُ لِلإِسْلاَمِ وَ أَكْرَمَكُمْ بِهِ وَ قَطَعَ بِهِ أَمْرَ الْجَاهِلِيَّةِ وَاسْتَنْقَذَكُمْ بِهِ مِنَ الْكُفْرِ وَ أَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ “Wahai kaum muslimin alangkah keterlaluannya kalian, apakah (kalian mengangkat) dakwah jahiliyah padahal aku ada diantara kalian setelah Allah tunjuki kalian kepada Islam dan muliakan kalian, memutus perkara Jahiliyah dan menyelamatkan kalian dari kekufuran dengan Islam serta menyatukan hati-hati kalian.” Lalu mereka sadar ini adalah godaan syetan dan tipu daya musuh mereka, sehingga mereka mengangis dan saling rangkul antara Aus dan Khodzroj. Lalu mereka pergi bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dengan patuh dan taat yang penuh. Lalu Allah turunkan firmanNya: Katakanlah: ”Hai Ahli Kitab, mengapa kamu ingkari ayat-ayat Allah, padahal Allah Maha Menyaksikan apa yang kamu kerjakan. Katakanlah:”Hai Ahli Kitab, mengapa kamu menghalang-halangi dari jalan Allah orang-orang yang telah beriman, kamu menghendakinya menjadi bengkok, padahal kamu menyaksikan.” Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan. (Qs. 3:99)
3. Menyebarkan keraguan pada diri kaum muslimin: Orang Yahudi berusaha memasukkan keraguan di hati kaum muslimin yang masih lemah imannya dengan melontarkan syubhat-syubhat yang dapat menggoyahkan kepercayaan mereka terhadap islam. Hal ini dijelaskan Allah dalam firmanNya: Segolongan (lain) dari Ahli Kitab berkata (kepada sesamanya): “Perlihatkanlah (seolah-olah) kamu beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah ia pada akhirnya, supaya mereka (orang-orang mu’min) kembali (kepada kekafiran). (Qs. 3:72). Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini dengan pernyataan: Ini adalah tipu daya yang mereka inginkan untuk merancukan perkara agama islam kepada orang-orang yang lemah imannya. Mereka sepakat menampakkan keimanan di pagi hari (permulaan siang) dan sholat subuh bersama kaum muslimin. Lalu ketika diakhir siang hari (sore hari) mereka murtad dari agama Islam agar orang-orang bodoh menyatakan bahwa mereka keluat tidak lain karena adanya kekurangan dan aib dalam agama kaum muslimin.
4. Memata-matai kaum Muslimin: Ibnu Hisyam menjelaskan adanya sejumlah orang Yahudi yang memeluk Islam untuk memata-matai kaum muslimin dan menukilkan berita Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan yang ingin beliau lakukan kepada orang Yahudi dan kaum musyrikin, diantaranya: Sa’ad bin Hanief, Zaid bin Al Lishthi, Nu’maan bin Aufa bin Amru dan Utsmaan bin Aufa serta Rafi’ bin Huraimila’. Untuk menghancurkan tipu daya ini Allah berfirman:Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaan orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya. Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata:”Kami beriman”; dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka):”Marilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. (Qs. 3:118-119)
5. Usaha memfitnah Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam: Orang Yahudi tidak pernah henti berusaha memfitnah Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, diantaranya adalah kisah yang disampaikan Ibnu Ishaaq bahwa beliau berkata: Ka’ab bin Asad, Ibnu Shaluba, Abdullah bin Shurie dan Syaas bin Qais saling berembuk dan menghasilkan keputusan berangkat menemui Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam untuk memfitnah agama beliau. Lalu mereka menemui Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan berkata: Wahai Muhammad engkau telah tahu kami adalah ulama dan tokoh terhormat serta pemimpin besar Yahudi, Apabila kami mengikutimu maka seluruh Yahudi akan ikut dan tidak akan menyelisihi kami. Sungguh antara kami dan sebagian kaum kami terjadi persengketaan. Apakah boleh kami berhukum kepadamu lalu engkau adili dengan memenangkan kami atas mereka? Maka Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam enggan menerimanya. Lalu turunlah firman Allah: Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kemu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati. hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (Qs. 5:49)
Semua usaha mereka ini gagal total dihadapan Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan Allah membalas makar mereka ini dengan menimpakan kepada mereka kerendahan dan kehinaan.
Marhalah kedua:
Masa perang senjata antara Yahudi dan Muslimin di zaman Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam.
Orang Yahudi tidak cukup hanya membuat keonaran dan fitnah kepada kaum muslimin semata bahkan merekapun menampakkan diri bergabung dengan kaum musyrikin dengan menyatakan permusuhan yang terang-terangan terhadap islam dan kaum muslimin. Namun Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam tetap menunggu sampai mereka melanggar dan membatalkan perjanjian yang pernah dibuat diMadinah. Ketika mereka melanggar perjanjian tersebut barulah Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam melakukan tindakan militer untuk menghadapi mereka dan mengambil beberapa keputusan untuk memberikan pelajaran kepada mereka. Diantara keputusan penting tersebut adalah:
1. Pengusiran Bani Qainuqa’
2. Pengusiran bani Al Nadhir
3. Perang Bani Quraidzoh
4. Penaklukan kota Khaibar
Setelah terjadinya hal tersebut maka orang Yahudi terusir dari jazirah Arab.
Marhalah ketiga:
Tipu daya dan makar mereka terhadap islam setelah wafat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam.
Orang Yahudi memandang tidak mungkin melawan Islam dan kaum muslimin selama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam masih hidup. Ketika Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam wafat, orang Yahudi melihat adanya kesempatan untuk membuat makar kembali terhadap Islam dan muslimin. Mereka mulai merencanakan dan menjalankan tipu daya mereka untuk memalingkan kaum muslimin dari agamanya. Namun tentunya mereka lakukan dengan lebih baik dan teliti dibanding sebelumnya. Sebagian target mereka telah terwujud dengan beberapa sebab diantaranya:
a. Kaum muslimin kehilangan Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam.
b. Orang Yahudi dapat mengambil pelajaran dan pengalaman dari usaha-usaha mereka terdahulu sehingga dapat menambah hebat makar dan tipu daya mereka.
c. Masuknya sebagian orang Yahudi ke dalam Islam dengan tujuan memata-matai kaum muslimin dan merusak mereka dari dalam tubuh kaum muslimin.
Memang berbicara tentang tipu daya dan makar Yahudi kepada kaum Muslimin sejak wafat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam hingga kini membutuhkan pembahasan yang panjang sekali. Namun rasanya cukup memberikan 3 contoh kejadian besar dalam sejarah Islam untuk mengungkapkan permasalahan ini. Yaitu:
1. Fitnah pembunuhan khalifah UtsmanIni adalah awal keberhasilan Yahudi dalam menyusup dan merusak Islam dan kaum muslimin. Tokoh yahudi yang bertanggung jawab terjadinya peristiwa ini adalah Abdullah bin Saba’ yang dikenal dengan Ibnu Sauda’. Kisahnya cukup masyhur dan ditulis dalam kitab-kitab sejarah Islam.
2. Fitnah Maimun Al Qadaah dan perkembangan sekte Bathiniyah. Keberhasilan Abdullah bin Saba’ membuat fitnah di kalangan kaum Muslimin dan mengajarkan saba’isme membuat orang Yahudi semakin berani. Sehingga belum habis fitnah Sabaiyah mereka sudah memunculkan tipu daya baru yang dipimpin seorang Yahudi bernama Maimun bin Dieshaan Al Qadaah dengan membuat sekte Batiniyah di Kufah tahun 276 H. Imam Al Baghdadi menceritakan: Diatara orang yang membangun sekte Bathiniyah adalah Maimun bin Dieshaan yang dikenal dengan Al Qadaah seorang maula bagi Ja’far bin Muhammad Al Shodiq yang berasal dari daerah Al Ahwaaz dan Muhammad bin Al Husein yang dikenal dengan Dandaan. Mereka berkumpul bersama Maimun Al Qadah di penjara Iraaq lalu membangun sekte Bathiniyah.Tipu daya Yahudi ini terus berjalan dalam bentuk yang beraneka ragam sehingga sekte ini berkembang menjadi banyak sekali sektenya dalam kaum muslimin, sampai-sampai menghalalkan pernikahan sesama mahrom dan hilangnya kewajiban syariat pada seseorang.
3. Penghancuran kekhilafahan Turki Utsmani ditangan gerakan Masoniyah dan akibat yang ditimbulkan berupa perpecahan kaum muslimin.Orang Yahudi mengetahui sumber kekuatan kaum muslimin adaalh bersatunya mereka dibawah satu kepemimpinan dalam naungan kekhilafahan Islamiyah. Oleh karena mereka segera berusaha keras meruntuhkan kekhilafahan yang ada sejak zaman Khulafa’ Rasyidin sampai berhasil menghapus dan meruntuhkan negara Turki Utsmaniyah. Orang Yahudi memulai konspirasinya dalam meruntuhkan Negara Turki Utsmaniyah pada masa sultan Murad kedua (tahun 834-855H) dan setelah beliau pada masa sultan Muhammad Al Faatih (tahun 855-886H) yang meningal diracun oleh Thobib beliau seorang Yahudi bernama Ya’qub Basya. Demikian juga berhasil membunuh Sultan Sulaiman Al Qanuni (tahun 926-974H) dan para cucunya yang diatur oleh seorang Yahudi bernama Nurbaanu. Konspirasi Yahudi ini terus berlangsung di masa kekhilafahan Utsmaniyah lebih dari 400 tahunan hingga runtuhnya di tangan Mushthofa Ataturk.
Orang Yahudi dalam menjalankan rencana tipu daya mereka menggunakan kekuatan berikut ini:
1. Yahudi Al Dunamah. Diantara tokohnya adalah Madhaat Basya dan Mushthofa Kamal Ataturk yang memiliki peran besar dan penting dalam penghancuran kekhilafahan Utsmaniyah.
2. Salibis Eropa yang sangat membenci islam dan kaum muslimin dengan melakukan perjanjian kerjasama dengan beberapa Negara eropa yaitu Bulgaria, Rumania, Namsa, Prancis, Rusia, Yunani dan Italia.
3. Organisasi bawah tanah/rahasia, khususnya Masoniyah yang terus berusaha merealisasikan tujuan dan target Zionis.
Usaha-usaha Musthofa Kamal Basya Ataturk dalam menghancurkan kekhilafahan setelah berhasil menyingkirkan sultan Abdulhamid kedua adalah:
a. Pada awal November 1922 M ia menghapus kesultanan dan membiarkan kekhilafahan
b. Pada tanggal 18 November 1922M ia mencopot Wahieduddin Muhammad keenam dari kekhilafahan.
c. Pada Agustus 1923 M ia mendirikan Hizb Al Sya’b Al Jumhuriah (Partai Rakyat Republik) dengan tokoh-tokoh pentingnya kebanyakan dari Yahudi Al Dunamah dan Masoniyah.
d. Pada tanggal 20 oktober 1923 M Republik Turki diresmikan dan Al Jum’iyah Al Wathoniyah (Organisasi nasional) memilih Musthofa Kamal sebagai presiden Turki.
e. Pada tanggal 2 Maret 1924 M Kekhilafahan dihapus total.
Demikianlah sempurna sudah keinginan orang-orang Yahudi untuk menjadikan kekhilafahan sebagai Negara sekuler yang dipimpin seorang Yahudi yang berkedok muslim.
Mudah-mudahan ringkas sejarah permusuhan Yahudi ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menjadi pelajaran bagi kaum muslimin.
***
Baca selengkapnya ..
Padahal pertarungan kita dengan Yahudi adalah pertarungan eksistensi, bukan persengkataan perbatasan. Musuh-musuh islam dan para pengikutnya yang bodoh terus berupaya membentuk opini bahwa hakekat pertarungan dengan Yahudi adalah sebatas pertarungan memperebutkan wilayah, persoalan pengungsi dan persoalan air. Dan bahwa persengketaan ini bisa berakhir dengan (diciptakannya suasana) hidup berdampingan secara damai, saling tukar pengungsi, perbaikan tingkat hidup masing-masing, penempatan wilayah tinggal mereka secara terpisah-pisah dan mendirikan sebuah Negara sekuler kecil yang lemah dibawah tekanan ujung-ujung tombak zionisme, yang kesemua itu (justeru) menjadi pagar-pagar pengaman bagi Negara zionis. Mereka semua tidak mengerti bahwa pertarungan kita dengan Yahudi adalah pertarungan lama semenjak berdirinya Negara islam diMadinah dibawah kepemimpinan utusan Allah bagi alam semesta yaitu Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam
Demikianlah permusuhan dan usaha mereka merusak Islam sejak berdirinya Negara islam bahkan sejak Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam hijrah ke Madinah sampai saat ini dan akan berlanjut terus. Walaupun tidak tertutup kemungkinan mereka punya usaha dan upaya memberantas islam sejak kelahiran beliau n . hal ini dapat dilihat dalam pernyataan pendeta Buhairoh terhadap Abu Thalib dalam perjalanan dagang bersama beliau diwaktu kecil. Allah Ta’ala telah jelas-jelas menerangkan permusuhan Yahudi dalam firmanNya:
Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. (Qs. 5:82)
Melihat demikian panjangnya sejarah dan banyaknya bentuk permusuhan Yahudi terhadap Islam dan Negara Islam, maka kami ringkas dalam 3 marhalah;
Marhalah pertama:
Upaya Yahudi dalam menghalangi dakwah Islam di masa awal perkembangan dakwah islam dan cara mereka dalam hal ini.
Diantara upaya Yahudi dalam menghalangi dakwah Islam di masa-masa awal perkembangannya adalah:
1. Pemboikotan (embargo) Ekonomi: Kaum muslimin ketika awal perkembangan islam di Madinah sangat lemah perekonomiannya. Kaum muhajirin datang ke Madinah tidak membawa harta mereka dan kaum Anshor yang menolong mereka pun bukanlah pemegang perekonomian Madinah. Oleh karena itu Yahudi menggunakan kesempatan ini untuk menjauhkan kaum muslimin dari agama mereka dan melakukan embargo ekonomi. Para pemimpin Yahudi enggan membantu perekonomian kaum muslimin dan ini terjadi ketika Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam mengutus Abu Bakar menemui para pemimpin Yahudi untuk meminjam dari mereka harta yang digunakan untuk membantu urusan beliau dan berwasiat untuk tidak berkata kasar dan tidak menyakiti mereka bila mereka tidak memberinya. Ketika Abu Bakar masuk Bait Al Midras (tempat ibadah mereka) mendapati mereka sedang berkumpul dipimpin oleh Fanhaash –tokoh besar bani Qainuqa’- yang merupakan salah satu ulama besar mereka didampingi seorang pendeta yahudi bernama Asy-ya’. Setelah Abu Bakar menyampaikan apa yang dibawanya dan memberikan surat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam kepadanya. Maka ia membaca sampai habis dan berkata: Robb kalian butuh kami bantu! Tidak hanya sampai disini saja, bahkan merekapun enggan menunaikan kewajiban yang harus mereka bayar, seperti hutang, jual beli dan amanah kepada kaum muslimin. Berdalih bahwa hutang, jual beli dan amanah tersebut adanya sebelum islam dan masuknya mereka dalam islam menghapus itu semua. Oleh karena itu Allah berfirman:Di antara Ahli Kitab ada orang yang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu, kecuali jika kamu selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaranmereka mengatakan:”Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi. Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui. (Qs. 3:75)
2. Membangkitkan fitnah dan kebencian: Yahudi dalam upaya menghalangi dakwah islam menggunakan upaya menciptakan fitnah dan kebencian antar sesama kaum muslimin yang pernah ada di hati penduduk Madinah dari Aus dan Khodzraj pada masa jahiliyah. Sebagian orang yang baru masuk islam menerima ajakan Yahudi, namun dapat dipadamkan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam . diantaranya adalah kisah yang dibawakan Ibnu Hisyam dalam Siroh Ibnu Hisyam (2/588) ringkas kisahnya: Seorang Yahudi bernama Syaas bin Qais mengutus seorang pemuda Yahudi untuk duduk dan bermajlis bareng dengan kaum Anshor, kemudian mengingatkan mereka tentang kejadian perang Bu’ats hingga terjadi pertengkaran dan mereka keluar membawa senjata-senjata masing-masing. Lalu hal ini sampai pada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. maka beliau shallallahu ’alaihi wa sallam segera berangkat bersama para sahabat muhajirin menemui mereka dan bersabda:يَا مَعْشَر المُسْلِمِيْنَ اللهَ اللهَ أَبِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ وَ أَنَا بَيْنَ أَظْهُرِكُمْ بَعْدَ أَنْ هَدَاكُمُ اللهُ لِلإِسْلاَمِ وَ أَكْرَمَكُمْ بِهِ وَ قَطَعَ بِهِ أَمْرَ الْجَاهِلِيَّةِ وَاسْتَنْقَذَكُمْ بِهِ مِنَ الْكُفْرِ وَ أَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ “Wahai kaum muslimin alangkah keterlaluannya kalian, apakah (kalian mengangkat) dakwah jahiliyah padahal aku ada diantara kalian setelah Allah tunjuki kalian kepada Islam dan muliakan kalian, memutus perkara Jahiliyah dan menyelamatkan kalian dari kekufuran dengan Islam serta menyatukan hati-hati kalian.” Lalu mereka sadar ini adalah godaan syetan dan tipu daya musuh mereka, sehingga mereka mengangis dan saling rangkul antara Aus dan Khodzroj. Lalu mereka pergi bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dengan patuh dan taat yang penuh. Lalu Allah turunkan firmanNya: Katakanlah: ”Hai Ahli Kitab, mengapa kamu ingkari ayat-ayat Allah, padahal Allah Maha Menyaksikan apa yang kamu kerjakan. Katakanlah:”Hai Ahli Kitab, mengapa kamu menghalang-halangi dari jalan Allah orang-orang yang telah beriman, kamu menghendakinya menjadi bengkok, padahal kamu menyaksikan.” Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan. (Qs. 3:99)
3. Menyebarkan keraguan pada diri kaum muslimin: Orang Yahudi berusaha memasukkan keraguan di hati kaum muslimin yang masih lemah imannya dengan melontarkan syubhat-syubhat yang dapat menggoyahkan kepercayaan mereka terhadap islam. Hal ini dijelaskan Allah dalam firmanNya: Segolongan (lain) dari Ahli Kitab berkata (kepada sesamanya): “Perlihatkanlah (seolah-olah) kamu beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah ia pada akhirnya, supaya mereka (orang-orang mu’min) kembali (kepada kekafiran). (Qs. 3:72). Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini dengan pernyataan: Ini adalah tipu daya yang mereka inginkan untuk merancukan perkara agama islam kepada orang-orang yang lemah imannya. Mereka sepakat menampakkan keimanan di pagi hari (permulaan siang) dan sholat subuh bersama kaum muslimin. Lalu ketika diakhir siang hari (sore hari) mereka murtad dari agama Islam agar orang-orang bodoh menyatakan bahwa mereka keluat tidak lain karena adanya kekurangan dan aib dalam agama kaum muslimin.
4. Memata-matai kaum Muslimin: Ibnu Hisyam menjelaskan adanya sejumlah orang Yahudi yang memeluk Islam untuk memata-matai kaum muslimin dan menukilkan berita Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan yang ingin beliau lakukan kepada orang Yahudi dan kaum musyrikin, diantaranya: Sa’ad bin Hanief, Zaid bin Al Lishthi, Nu’maan bin Aufa bin Amru dan Utsmaan bin Aufa serta Rafi’ bin Huraimila’. Untuk menghancurkan tipu daya ini Allah berfirman:Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaan orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya. Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata:”Kami beriman”; dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka):”Marilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. (Qs. 3:118-119)
5. Usaha memfitnah Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam: Orang Yahudi tidak pernah henti berusaha memfitnah Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, diantaranya adalah kisah yang disampaikan Ibnu Ishaaq bahwa beliau berkata: Ka’ab bin Asad, Ibnu Shaluba, Abdullah bin Shurie dan Syaas bin Qais saling berembuk dan menghasilkan keputusan berangkat menemui Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam untuk memfitnah agama beliau. Lalu mereka menemui Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan berkata: Wahai Muhammad engkau telah tahu kami adalah ulama dan tokoh terhormat serta pemimpin besar Yahudi, Apabila kami mengikutimu maka seluruh Yahudi akan ikut dan tidak akan menyelisihi kami. Sungguh antara kami dan sebagian kaum kami terjadi persengketaan. Apakah boleh kami berhukum kepadamu lalu engkau adili dengan memenangkan kami atas mereka? Maka Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam enggan menerimanya. Lalu turunlah firman Allah: Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kemu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati. hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (Qs. 5:49)
Semua usaha mereka ini gagal total dihadapan Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan Allah membalas makar mereka ini dengan menimpakan kepada mereka kerendahan dan kehinaan.
Marhalah kedua:
Masa perang senjata antara Yahudi dan Muslimin di zaman Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam.
Orang Yahudi tidak cukup hanya membuat keonaran dan fitnah kepada kaum muslimin semata bahkan merekapun menampakkan diri bergabung dengan kaum musyrikin dengan menyatakan permusuhan yang terang-terangan terhadap islam dan kaum muslimin. Namun Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam tetap menunggu sampai mereka melanggar dan membatalkan perjanjian yang pernah dibuat diMadinah. Ketika mereka melanggar perjanjian tersebut barulah Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam melakukan tindakan militer untuk menghadapi mereka dan mengambil beberapa keputusan untuk memberikan pelajaran kepada mereka. Diantara keputusan penting tersebut adalah:
1. Pengusiran Bani Qainuqa’
2. Pengusiran bani Al Nadhir
3. Perang Bani Quraidzoh
4. Penaklukan kota Khaibar
Setelah terjadinya hal tersebut maka orang Yahudi terusir dari jazirah Arab.
Marhalah ketiga:
Tipu daya dan makar mereka terhadap islam setelah wafat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam.
Orang Yahudi memandang tidak mungkin melawan Islam dan kaum muslimin selama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam masih hidup. Ketika Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam wafat, orang Yahudi melihat adanya kesempatan untuk membuat makar kembali terhadap Islam dan muslimin. Mereka mulai merencanakan dan menjalankan tipu daya mereka untuk memalingkan kaum muslimin dari agamanya. Namun tentunya mereka lakukan dengan lebih baik dan teliti dibanding sebelumnya. Sebagian target mereka telah terwujud dengan beberapa sebab diantaranya:
a. Kaum muslimin kehilangan Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam.
b. Orang Yahudi dapat mengambil pelajaran dan pengalaman dari usaha-usaha mereka terdahulu sehingga dapat menambah hebat makar dan tipu daya mereka.
c. Masuknya sebagian orang Yahudi ke dalam Islam dengan tujuan memata-matai kaum muslimin dan merusak mereka dari dalam tubuh kaum muslimin.
Memang berbicara tentang tipu daya dan makar Yahudi kepada kaum Muslimin sejak wafat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam hingga kini membutuhkan pembahasan yang panjang sekali. Namun rasanya cukup memberikan 3 contoh kejadian besar dalam sejarah Islam untuk mengungkapkan permasalahan ini. Yaitu:
1. Fitnah pembunuhan khalifah UtsmanIni adalah awal keberhasilan Yahudi dalam menyusup dan merusak Islam dan kaum muslimin. Tokoh yahudi yang bertanggung jawab terjadinya peristiwa ini adalah Abdullah bin Saba’ yang dikenal dengan Ibnu Sauda’. Kisahnya cukup masyhur dan ditulis dalam kitab-kitab sejarah Islam.
2. Fitnah Maimun Al Qadaah dan perkembangan sekte Bathiniyah. Keberhasilan Abdullah bin Saba’ membuat fitnah di kalangan kaum Muslimin dan mengajarkan saba’isme membuat orang Yahudi semakin berani. Sehingga belum habis fitnah Sabaiyah mereka sudah memunculkan tipu daya baru yang dipimpin seorang Yahudi bernama Maimun bin Dieshaan Al Qadaah dengan membuat sekte Batiniyah di Kufah tahun 276 H. Imam Al Baghdadi menceritakan: Diatara orang yang membangun sekte Bathiniyah adalah Maimun bin Dieshaan yang dikenal dengan Al Qadaah seorang maula bagi Ja’far bin Muhammad Al Shodiq yang berasal dari daerah Al Ahwaaz dan Muhammad bin Al Husein yang dikenal dengan Dandaan. Mereka berkumpul bersama Maimun Al Qadah di penjara Iraaq lalu membangun sekte Bathiniyah.Tipu daya Yahudi ini terus berjalan dalam bentuk yang beraneka ragam sehingga sekte ini berkembang menjadi banyak sekali sektenya dalam kaum muslimin, sampai-sampai menghalalkan pernikahan sesama mahrom dan hilangnya kewajiban syariat pada seseorang.
3. Penghancuran kekhilafahan Turki Utsmani ditangan gerakan Masoniyah dan akibat yang ditimbulkan berupa perpecahan kaum muslimin.Orang Yahudi mengetahui sumber kekuatan kaum muslimin adaalh bersatunya mereka dibawah satu kepemimpinan dalam naungan kekhilafahan Islamiyah. Oleh karena mereka segera berusaha keras meruntuhkan kekhilafahan yang ada sejak zaman Khulafa’ Rasyidin sampai berhasil menghapus dan meruntuhkan negara Turki Utsmaniyah. Orang Yahudi memulai konspirasinya dalam meruntuhkan Negara Turki Utsmaniyah pada masa sultan Murad kedua (tahun 834-855H) dan setelah beliau pada masa sultan Muhammad Al Faatih (tahun 855-886H) yang meningal diracun oleh Thobib beliau seorang Yahudi bernama Ya’qub Basya. Demikian juga berhasil membunuh Sultan Sulaiman Al Qanuni (tahun 926-974H) dan para cucunya yang diatur oleh seorang Yahudi bernama Nurbaanu. Konspirasi Yahudi ini terus berlangsung di masa kekhilafahan Utsmaniyah lebih dari 400 tahunan hingga runtuhnya di tangan Mushthofa Ataturk.
Orang Yahudi dalam menjalankan rencana tipu daya mereka menggunakan kekuatan berikut ini:
1. Yahudi Al Dunamah. Diantara tokohnya adalah Madhaat Basya dan Mushthofa Kamal Ataturk yang memiliki peran besar dan penting dalam penghancuran kekhilafahan Utsmaniyah.
2. Salibis Eropa yang sangat membenci islam dan kaum muslimin dengan melakukan perjanjian kerjasama dengan beberapa Negara eropa yaitu Bulgaria, Rumania, Namsa, Prancis, Rusia, Yunani dan Italia.
3. Organisasi bawah tanah/rahasia, khususnya Masoniyah yang terus berusaha merealisasikan tujuan dan target Zionis.
Usaha-usaha Musthofa Kamal Basya Ataturk dalam menghancurkan kekhilafahan setelah berhasil menyingkirkan sultan Abdulhamid kedua adalah:
a. Pada awal November 1922 M ia menghapus kesultanan dan membiarkan kekhilafahan
b. Pada tanggal 18 November 1922M ia mencopot Wahieduddin Muhammad keenam dari kekhilafahan.
c. Pada Agustus 1923 M ia mendirikan Hizb Al Sya’b Al Jumhuriah (Partai Rakyat Republik) dengan tokoh-tokoh pentingnya kebanyakan dari Yahudi Al Dunamah dan Masoniyah.
d. Pada tanggal 20 oktober 1923 M Republik Turki diresmikan dan Al Jum’iyah Al Wathoniyah (Organisasi nasional) memilih Musthofa Kamal sebagai presiden Turki.
e. Pada tanggal 2 Maret 1924 M Kekhilafahan dihapus total.
Demikianlah sempurna sudah keinginan orang-orang Yahudi untuk menjadikan kekhilafahan sebagai Negara sekuler yang dipimpin seorang Yahudi yang berkedok muslim.
Mudah-mudahan ringkas sejarah permusuhan Yahudi ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menjadi pelajaran bagi kaum muslimin.
***
Baca selengkapnya ..
Label:
Islam
Awas, Musuh Dalam Selimut!
Pembaca yang budiman, di masa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam masih hidup ada dua golongan musuh Islam yaitu orang kafir dan orang munafiq. Di antara kedua golongan ini orang-orang munafiq adalah yang paling berbahaya bagi ummat Islam, karena mereka mengaku Islam namun pada hakekatnya menghancurkan Islam dari dalam. Dan hal ini senantiasa terjadi di sepanjang jaman, begitu pula di jaman kita sekarang ini bahkan di negeri yang kita tinggali ini.
Alloh Ta’ala memerintahkan kepada Nabi dan orang-orang yang beriman supaya berjihad melawan orang-orang kafir dan munafiq. Alloh berfirman, “Wahai Nabi berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafiq dan bersikap keraslah pada mereka. Tempat mereka ialah neraka Jahannam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya.” (At Taubah: 73)
JIL Mengganyang Islam
Salah satu musuh yang kini tengah dihadapi ummat Islam adalah ajaran sesat yang dibawa oleh Jaringan Islam Liberal/JIL. Sehingga kerancuan yang mereka tebarkan perlu dibantah, apalagi orang-orang yang membawa pemikiran sesat ini adalah tokoh-tokoh yang digelari cendekiawan, kyai dan intelektual. Sebenarnya pernyataan mereka terlalu menyakitkan untuk ditulis dan disebarluaskan, namun demi tegaknya kebenaran maka dalam kesempatan ini akan kami bawakan beberapa contoh kesesatan pemikiran mereka yang dengannya pembaca akan mengetahui betapa rusaknya akidah Islam Liberal ini.
Orang JIL Tidak Paham Tauhid
Nurcholis Majid menafsirkan Laa ilaaha illalloh dengan arti “Tiada tuhan (t kecil) kecuali Tuhan (T besar)”. Padahal Rosululloh, para sahabat dan para ulama dari jaman ke zaman meyakini bahwa makna Laa ilaaha ilalloh adalah “Tiada sesembahan yang benar kecuali Alloh”. Dalilnya adalah firman Alloh, “Demikian itulah kuasa Alloh Dialah sesembahan yang haq adapun sesembahan-sesembahan yang mereka seru selain Alloh adalah (sesembahan) yang batil…” (Al Hajj: 62). Nah, satu contoh ini sebenarnya sudah cukup bagi kita untuk mengatakan bahwa ajaran JIL adalah sesat karena menyimpang dari petunjuk Rosululloh dan para sahabat. Walaupun dalam mempromosikan kesesatannya mereka menggunakan label Islam, tapi sesungguhnya Islam cuci tangan dari apa yang mereka katakan.
Orang JIL Tidak Paham Kebenaran
Ulil Abshar (seorang tokoh JIL -ed) mengatakan bahwa semua agama sama, semuanya menuju jalan kebenaran, jadi Islam bukan yang paling benar katanya. Padahal Al Qur’an dan As Sunnah menegaskan bahwa Islamlah satu-satunya agama yang benar, yaitu Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam. Alloh Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya agama yang benar di sisi Alloh hanyalah Islam.” (Ali Imron: 19). Nabi juga bersabda, “Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya. Tidaklah ada seorang pun yang mendengar kenabianku, baik Yahudi maupun Nasrani kemudian mati dalam keadaan tidak beriman dengan ajaran yang aku bawa kecuali pastilah dia termasuk di antara para penghuni neraka.” (HR. Muslim). Kalau Alloh dan Rosul-Nya sudah menyatakan demikian, maka anda pun bisa menjawab apakah yang dikatakan Ulil ini kebenaran ataukah bukan?
Orang JIL Tidak Paham Islam
Para tokoh JIL menafsirkan Islam hanya sebagai sikap pasrah kepada Tuhan. Maksud mereka siapapun dia apapun agamanya selama dia pasrah kepada Tuhan maka dia adalah orang Islam. Allohu Akbar! Ini adalah Jahil Murokkab (bodoh kuadrat), sudah salah, merasa sok tahu lagi. Cobalah kita simak jawaban Nabi ketika Jibril bertanya tentang Islam. Beliau menjawab, “Islam itu adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Alloh dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Alloh, engkau menegakkan sholat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Romadhon dan berhaji ke baitulloh jika engkau sanggup mengadakan perjalanan ke sana.” (HR. Muslim). Siapakah yang lebih tahu tentang Islam; Nabi ataukah orang-orang JIL?
Orang JIL Menghina Syari’at Islam
Ulil Abshor mengatakan bahwa larangan kawin beda agama, dalam hal ini antara perempuan Islam dengan lelaki non-Islam sudah tidak relevan lagi. Padahal Alloh Ta’ala telah berfirman, “Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kalian agama kalian dan Aku telah cukupkan nikmat-Ku atas kalian dan Aku telah ridho Islam menjadi agama kalian.” (Al Ma’idah: 3). Kalau Alloh yang maha tahu sudah menyatakan bahwa Islam sudah sempurna sedangkan Ulil mengatakan bahwa ada aturan Islam yang tidak relevan -tidak cocok dengan perkembangan jaman- maka kita justeru bertanya kepadanya: Siapakah yang lebih tahu, JIL ataukah Alloh?!
Orang Bodoh Kok Diikuti?
Demikianlah beberapa contoh kesesatan pemikiran JIL. Kita telah melihat bersama betapa bodohnya pemikiran semacam ini. Kalaulah makna tauhid, makna Islam adalah sebagaimana yang dikatakan oleh mereka (JIL) niscaya Abu Jahal, Abu Lahab dan orang-orang kafir Quraisy yang dimusuhi Nabi menjadi orang yang pertama-tama masuk Islam. Karena mereka meyakini bahwasanya Alloh-lah pencipta, pengatur, pemberi rizki, yang menghidupkan dan mematikan, yang mampu menyelamatkan mereka ketika tertimpa bencana, sehingga ketika mereka diombang-ambingkan oleh ombak lautan mereka mengikhlashkan do’a hanya kepada Alloh, memasrahkan urusan mereka kepada-Nya.
Namun dengan keyakinan semacam ini mereka tetap saja menolak ajakan Nabi untuk mengucapkan Laa ilaaha illalloh. Bahkan mereka memerangi Rosululloh, menyiksa para sahabat dan membunuh sebagian di antara mereka dengan cara yang amat keji. Inilah bukti bahwa orang-orang JIL benar-benar tidak paham Al Qur’an, tidak paham As Sunnah, bahkan tidak paham sejarah!!
Himbauan
Melalui tulisan ini kami menghimbau kepada segenap kaum muslimin agar menjauhi buletin, majalah, website, siaran TV atau radio yang digunakan oleh JIL dalam menyebarkan kesesatan mereka dan bagi yang memiliki kewenangan hendaklah memusnahkannya. Karena Alloh Ta’ala telah memerintahkan, “Wahai Nabi berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafiq dan bersikap keraslah pada mereka. Tempat mereka ialah neraka Jahannam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya.” (At Taubah: 73). Dan ketahuilah bahwasanya tidak ada yang bisa membentengi kaum muslimin dari kebinasaan kecuali dengan kembali berpegang dengan Al Qur’an dan As Sunnah serta pemahaman para salafush sholih (sahabat dan murid-murid mereka). Dan Rosululloh telah menegaskan bahwasanya ilmu itu hanya bisa diraih dengan cara belajar (lihat Fathul Bari). Semoga tulisan yang singkat ini bisa meruntuhkan kerancuan-kerancuan yang ditebarkan oleh musuh-musuh Alloh dan Rosul-Nya.
Imam Al Auza’i berpesan, “Wajib atas kalian mengikuti jejak salaf (para sahabat) walaupun banyak manusia yang menentangmu. Dan waspadalah dari pemikiran-pemikiran manusia meskipun mereka menghiasinya dengan perkataan-perkataan yang indah di hadapanmu”. Hanya kepada Alloh-lah kita memohon perlindungan. Wallohu a’lam.
***
Baca selengkapnya ..
Alloh Ta’ala memerintahkan kepada Nabi dan orang-orang yang beriman supaya berjihad melawan orang-orang kafir dan munafiq. Alloh berfirman, “Wahai Nabi berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafiq dan bersikap keraslah pada mereka. Tempat mereka ialah neraka Jahannam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya.” (At Taubah: 73)
JIL Mengganyang Islam
Salah satu musuh yang kini tengah dihadapi ummat Islam adalah ajaran sesat yang dibawa oleh Jaringan Islam Liberal/JIL. Sehingga kerancuan yang mereka tebarkan perlu dibantah, apalagi orang-orang yang membawa pemikiran sesat ini adalah tokoh-tokoh yang digelari cendekiawan, kyai dan intelektual. Sebenarnya pernyataan mereka terlalu menyakitkan untuk ditulis dan disebarluaskan, namun demi tegaknya kebenaran maka dalam kesempatan ini akan kami bawakan beberapa contoh kesesatan pemikiran mereka yang dengannya pembaca akan mengetahui betapa rusaknya akidah Islam Liberal ini.
Orang JIL Tidak Paham Tauhid
Nurcholis Majid menafsirkan Laa ilaaha illalloh dengan arti “Tiada tuhan (t kecil) kecuali Tuhan (T besar)”. Padahal Rosululloh, para sahabat dan para ulama dari jaman ke zaman meyakini bahwa makna Laa ilaaha ilalloh adalah “Tiada sesembahan yang benar kecuali Alloh”. Dalilnya adalah firman Alloh, “Demikian itulah kuasa Alloh Dialah sesembahan yang haq adapun sesembahan-sesembahan yang mereka seru selain Alloh adalah (sesembahan) yang batil…” (Al Hajj: 62). Nah, satu contoh ini sebenarnya sudah cukup bagi kita untuk mengatakan bahwa ajaran JIL adalah sesat karena menyimpang dari petunjuk Rosululloh dan para sahabat. Walaupun dalam mempromosikan kesesatannya mereka menggunakan label Islam, tapi sesungguhnya Islam cuci tangan dari apa yang mereka katakan.
Orang JIL Tidak Paham Kebenaran
Ulil Abshar (seorang tokoh JIL -ed) mengatakan bahwa semua agama sama, semuanya menuju jalan kebenaran, jadi Islam bukan yang paling benar katanya. Padahal Al Qur’an dan As Sunnah menegaskan bahwa Islamlah satu-satunya agama yang benar, yaitu Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam. Alloh Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya agama yang benar di sisi Alloh hanyalah Islam.” (Ali Imron: 19). Nabi juga bersabda, “Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya. Tidaklah ada seorang pun yang mendengar kenabianku, baik Yahudi maupun Nasrani kemudian mati dalam keadaan tidak beriman dengan ajaran yang aku bawa kecuali pastilah dia termasuk di antara para penghuni neraka.” (HR. Muslim). Kalau Alloh dan Rosul-Nya sudah menyatakan demikian, maka anda pun bisa menjawab apakah yang dikatakan Ulil ini kebenaran ataukah bukan?
Orang JIL Tidak Paham Islam
Para tokoh JIL menafsirkan Islam hanya sebagai sikap pasrah kepada Tuhan. Maksud mereka siapapun dia apapun agamanya selama dia pasrah kepada Tuhan maka dia adalah orang Islam. Allohu Akbar! Ini adalah Jahil Murokkab (bodoh kuadrat), sudah salah, merasa sok tahu lagi. Cobalah kita simak jawaban Nabi ketika Jibril bertanya tentang Islam. Beliau menjawab, “Islam itu adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Alloh dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Alloh, engkau menegakkan sholat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Romadhon dan berhaji ke baitulloh jika engkau sanggup mengadakan perjalanan ke sana.” (HR. Muslim). Siapakah yang lebih tahu tentang Islam; Nabi ataukah orang-orang JIL?
Orang JIL Menghina Syari’at Islam
Ulil Abshor mengatakan bahwa larangan kawin beda agama, dalam hal ini antara perempuan Islam dengan lelaki non-Islam sudah tidak relevan lagi. Padahal Alloh Ta’ala telah berfirman, “Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kalian agama kalian dan Aku telah cukupkan nikmat-Ku atas kalian dan Aku telah ridho Islam menjadi agama kalian.” (Al Ma’idah: 3). Kalau Alloh yang maha tahu sudah menyatakan bahwa Islam sudah sempurna sedangkan Ulil mengatakan bahwa ada aturan Islam yang tidak relevan -tidak cocok dengan perkembangan jaman- maka kita justeru bertanya kepadanya: Siapakah yang lebih tahu, JIL ataukah Alloh?!
Orang Bodoh Kok Diikuti?
Demikianlah beberapa contoh kesesatan pemikiran JIL. Kita telah melihat bersama betapa bodohnya pemikiran semacam ini. Kalaulah makna tauhid, makna Islam adalah sebagaimana yang dikatakan oleh mereka (JIL) niscaya Abu Jahal, Abu Lahab dan orang-orang kafir Quraisy yang dimusuhi Nabi menjadi orang yang pertama-tama masuk Islam. Karena mereka meyakini bahwasanya Alloh-lah pencipta, pengatur, pemberi rizki, yang menghidupkan dan mematikan, yang mampu menyelamatkan mereka ketika tertimpa bencana, sehingga ketika mereka diombang-ambingkan oleh ombak lautan mereka mengikhlashkan do’a hanya kepada Alloh, memasrahkan urusan mereka kepada-Nya.
Namun dengan keyakinan semacam ini mereka tetap saja menolak ajakan Nabi untuk mengucapkan Laa ilaaha illalloh. Bahkan mereka memerangi Rosululloh, menyiksa para sahabat dan membunuh sebagian di antara mereka dengan cara yang amat keji. Inilah bukti bahwa orang-orang JIL benar-benar tidak paham Al Qur’an, tidak paham As Sunnah, bahkan tidak paham sejarah!!
Himbauan
Melalui tulisan ini kami menghimbau kepada segenap kaum muslimin agar menjauhi buletin, majalah, website, siaran TV atau radio yang digunakan oleh JIL dalam menyebarkan kesesatan mereka dan bagi yang memiliki kewenangan hendaklah memusnahkannya. Karena Alloh Ta’ala telah memerintahkan, “Wahai Nabi berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafiq dan bersikap keraslah pada mereka. Tempat mereka ialah neraka Jahannam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya.” (At Taubah: 73). Dan ketahuilah bahwasanya tidak ada yang bisa membentengi kaum muslimin dari kebinasaan kecuali dengan kembali berpegang dengan Al Qur’an dan As Sunnah serta pemahaman para salafush sholih (sahabat dan murid-murid mereka). Dan Rosululloh telah menegaskan bahwasanya ilmu itu hanya bisa diraih dengan cara belajar (lihat Fathul Bari). Semoga tulisan yang singkat ini bisa meruntuhkan kerancuan-kerancuan yang ditebarkan oleh musuh-musuh Alloh dan Rosul-Nya.
Imam Al Auza’i berpesan, “Wajib atas kalian mengikuti jejak salaf (para sahabat) walaupun banyak manusia yang menentangmu. Dan waspadalah dari pemikiran-pemikiran manusia meskipun mereka menghiasinya dengan perkataan-perkataan yang indah di hadapanmu”. Hanya kepada Alloh-lah kita memohon perlindungan. Wallohu a’lam.
***
Baca selengkapnya ..
Label:
Islam
Apa dan Bagaimana Studi Islam di Barat
Tatkala terjadi perubahan Menteri Agama dari Munawir Sjadzali kepada Tarmidzi Taher, maka salah satu persoalan penting yang dinanti-nanti banyak orang jawabannya, paling tidak oleh TEMPO, ialah soal pengiriman sarjana dan dosen IAIN untuk belajar Islam ke Barat. Soalnya, program ini boleh dikata adalah program Munawir yang sampai saat itu telah mengirimkan sekitar 200 sarjana IAIN ke berbagai universitas di Barat. Katanya, diharapkan pada akhir pelita itu, Indonesia punya 34 doktor dan 88 master di bidang keagamaan. (TEMPO 3/4). Dalam laporan itu, banyak sekali diungkap kehebatan-kehebatan belajar di Barat. Tetapi, ada semacam sikap yang kurang fair, yang seakan-akan memperalat Pak Rasjidi untuk melegitimasi “kebijakan” itu. Seolah-olah Pak Rasjidi sepenuhnya setuju dengan program belajar Islam ke Barat. Hal itu didasarkan hanya karena ia pernah memberikan semacam rekomendasi kepada harun Nasution untuk belajar di Mc. Gill. Jelas kesimpulan seperti ini keliru.
Apa yang diharapkan oleh Pak Rasjidi pada awalnya, waktu memberi rekomendasi dan apa yang terjadi setelah di Mc. Gill, dapat dibaca dalam mukadimah bukunya yang berjudul Koreksi terhadap Harun Nasution.
Waktu itu Rasjidi diilhami guru-gurunya di Mesir, seperti Syaikh Musthafa ‘Abdur Raziq, pakar filsafat Islam dan lain-lain. Mereka itu pernah mengecap pendidikan di Perancis, tetapi gencar pula “menguliti” pemikiran-pemikiran orientalis. Rasjidi sendiri menempuh cara itu. Setelah menamatkan pendidikannya di Darul Ulum dan Fakultas Adab Universitas Kairo, ia “nyantri” di Sorbonne. Dengan bekal keilmuan yang cukup, yang telah dipersiapkan di Mesir, Rasjidi berhadapan dengan orientalis. Rasjidi akhirnya tampil sebagai sosok ilmuwan yang mengecap pendidikan Barat tetapi tidak terpengaruh dengan pola pikir orientalis.
Rasjidi berharap agar teman yang dikirimnya itu dapat mengikuti jejaknya, bersikap kritis, tidak membeo kepada orientalis itu. Tetapi, ternyata harapan itu berlainan dengan kenyataan.
Spesialisasi Keilmuan
Belajar Islam ke Barat memang sudah lama jadi masalah kontroversial. Sebab, dengan logika sederhana saja, orang dapat berpikir bahwa setiap disiplin ilmu haruslah dipelajari dari ahlinya (atau dari bangsa yang dikenal maju dalam bidang itu). Orang yang belajar pesawat terbang ke Jerman, belajar komputer ke Amerika, belajar kimia ke Perancis, dan sebagainya tentu itu sangat relevan. Janganlah terbalik: belajar ekonomi di negara yang kelaparan, belajar kedokteran di negara yang rawan penyakit, belajar elektro di negara yang minim listrik, apalagi belajar “agama” tertentu kepada orang yang antiagama tersebut, tentu saja dirasakan kurang tepat, kalau tidak dikatakan “ngaco”.
Sementara beberapa kalangan mengganggap metodologi Barat lebih unggul, tetapi sebenarnya di situlah letak kerancuannya. Karena kerancuan metodologi, maka ilmu apa pun yang dipelajari dari Barat akan menghasilkan tashawwur ‘gambaran’ yang serupa. Tidak hanya belajar tentang Islam, belajar yang lainnya, seperti politik, sosiologi, filsafat, dan ilmu-ilmu humanitas lainnya yang dikaitkan dengan Islam, akan sampai pada kesimpulan yang sama. Yaitu, menempatkan Islam pada posisi sebagai “tertuduh” yang harus dihukum. Jadi, bagi yang belajar politik Islam hanya bisa melihat gambaran-gambaran negatif dalam sejarah percaturan politik Islam. Mereka yang belajar sosiologi dan filsafat juga akan mendapatkan kesan-kesan negatif tentang masyarakat Islam dan sejarah pemikirannya.
Namun, bukan berarti bahwa penulis secara total menolak belajar ke Barat. Mungkin saja dibolehkan untuk kondisi tertentu dan dalam batas-batas tertentu pula. Tetapi, dalam kondisi yang minus ulama, tingkat pemahaman agama Islam yang amat sederhana, tentu belajar ke Barat memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang lebih matang dan terencana. Bila kita membuat perbandingan dengan Mesir, misalnya, yang telah “banjir” ulama, “doktor”, dan sarang para pemikir, kualitas pendidikan yang relatif mapan, toh belajar Islam ke Barat tidak pernah menjadi program mereka. Bahkan, tidak pernah didorong atau digalakkan, kecuali sekadar usaha-usaha individual yang sangat terbatas.
Lemah Materi dan Metodologi
Ada sementara orang berasumsi bahwa studi Islam di dunia Arab kaya dengan materi tetapi lemah di bidang metodologi. Sementara di sisi lain, studi Islam di Barat miskin materi tetapi kaya dalam metodologi. Benarkah Barat lebih baik dari segi metodologi? Kalau secara materi, itu sudah dapat diduga, di dunia Arab lebih baik ketimbang di Barat.
Secara materi, Barat sampai saat ini tidak mampu mengeluarkan sarjana-sarjana yang menguasai bidang-bidang tertentu dari ilmu Islam, seperti ahli tafsir, ahli hadits, ahli fiqih, ahli bahasa, ahli sejarah, dan sebagainya. Selain itu, karya ilmiah yang dihasilkan oleh orientalis dalam bidang keislaman belum terlihat berarti dibanding karya-karya yang ditinggalkan ulama.
Adapun yang dilakukan oleh kaum orientalis pada umumnya ialah mengumpulkan manuskrip, memberi komentar buku-buku klasik dan menerjemahkannya ke bahasa-bahasa Eropa. Yang agak bernilai dari karya mereka adalah ensiklopedi hadits (Al-Mu’tazilah’jam al-Mufahras li Alfazh al-Hadits) dan sejarah sastra Arab (Tarikh al-Adab al-’Arabi) karya Karl Brockelmann. Karya yang pertama memang bermanfaat bagi orang-orang yang baru mengenal hadits. Tetapi, dia bukanlah segala-galanya dalam dunia hadits. Kitab-kitab ensiklopedi hadits yang lebih lengkap telah lebih dahulu diwariskan oleh ulama-ulama hadits. Hanya saja metodenya berbeda. Bahkan, kekeliruan dan kelemahan-kelemahan karya orientalis itu cukup banyak dan dihimpun dalam buku Adhwa ‘ala Akhtha’ al-Mustasyriqin oleh Dr. Sa’ad al-Murshafi.
Sebagian besar karya-karya orientalis diwarnai oleh sikap-sikap seperti memutarbalikkan fakta, memalsukan sejarah, menyalahpahami teks, serta menyusupkan kebohongan dan fitnah. Tetapi, secara umum karya-karya sebagian orientalis yang jujur itu kita hargai dan bermanfaat bagi sebagian peneliti, khususnya pemula. Tetapi, porsinya harus dilihat secara objektif, tanpa dilebih-lebihkan. Sebab, Semua itu tidak ada artinya bila dibandingkan dengan karya ulama-ulama kita yang klasik ataupun yang modern, yang tidak tertampung oleh perpustakaan mana pun di dunia ini, karena banyaknya.
Berbicara tentang sikap “objektif” dan “bebas” (tidak memihak) yang merupakan karakteristik ilmiah, maka para peneliti Barat dalam tulisan dan kajian mereka tentang Islam sulit sekali ditemukan sikap netral dan objektif ini. Mereka hanya mau bebas (dalam artian tidak memihak) ketika berhadapan dengan materi yang tidak ada hubungannya dengan kajian keislaman. Adapun terhadap kajian-kajian Islam, mereka tidak mampu melepaskan subjektivitasnya sebagai nonmuslim.
Barat hingga saat ini masih menyimpan gambaran suram dan jelek tentang Islam dan umatnya. Sebuah warisan “hitam” yang meracuni pemikiran mereka, yang mereka warisi sejak “Perang Salib” dan belum membuangnya hingga saat ini. Ini diakui sendiri oleh pemikir mereka, seperti Gustav Lobon, filsuf Perancis dan “moyangnya” kaum sosiolog dan sejarawan Barat di abad kesembilan belas. Ia menerangkan dalam bukunya, Peradaban Islam, bahwa peneliti-peneliti Barat dalam menerangkan masalah-masalah yang berhubungan dengan Islam akan menanggalkan sikap netral dan objektif . Peneliti Barat, tanpa disadarinya, pasti akan memihak dan intoleran. Buku inilah, kalau boleh dibilang “moderat”, yang paling moderat yang ditulis oleh ilmuwan Barat tentang Islam dan peradabannya. Oleh karena itu pula, Gustav Lobon tidak dihargai, bahkan dibenci oleh orientalis Barat. Sikap penulis Barat yang tidak jujur pernah juga dibeberkan belakangan oleh Motegomery Watt, orientalis Inggris, dalam buku Apakah Islam?
Kelemahan Fundamental Orientalis
Para pengamat studi orientalis yang jujur mengemukakan beberapa kelemahan orientalis yang sulit dipungkiri siapa pun. Di antaranya sebagai berikut.
1. Tidak menguasai bahasa Arab secara baik, sense bahasa yang lemah, dan pemahaman yang terbatas atas konteks pemakaian bahasa Arab yang variatif. Kelemahan ini tentu mempengaruhi pemahaman mereka atas referensi-referensi Islam yang inti, seperti Al-Qur’an dan As-Sunnah. Karena itu, pemahaman mereka tentang Islam dan risalahnya rancu dan kabur. Hal ini diungkapkan oleh Syaikh Musthafa as-Siba’i setelah ia meninjau langsung pusat orientalisme di sekitar Eropa dan berdialog langsung dengan para orientalis. Para orientalis itu pada akhirnya banyak yang mengakui bahwa keterbatasan mereka dalam memahami materi-materi keislaman lebih menonjol ketimbang kelebihan metodologi yang mereka miliki. Bahkan, ada di antara mereka yang berterus terang bahwa Arablah (muslimlah) yang seharusnya memegang pekerjaan ini. Keterbatasan dalam menguasai bahasa Arab sangat mempengaruhi pemahaman mereka tentang Islam.
2. Perasaan “superioritas” sebagai orang Barat. Ilmuwan Barat, khususnya orientalis, senantiasa merasa bahwa “Barat” adalah “guru” dalam segala hal, khususnya dalam logika dan peradaban. Mereka cenderung tidak mau digurui oleh orang Timur.
3. Orientalis Barat sangat memegang teguh doktrin-doktrin mereka yang tidak boleh dikritik, bahkan sampai ke tingkat fanatik buta. Di antaranya dua doktrin inti, yaitu bahwa Al-Qur’an dalam pandangan insan Barat bukan kalam Allah dan Muhammad bukan rasul Allah. Doktrin ini sudah lebih dulu tertanam dalam pikiran mereka sebelum meneliti, sebab ini merupakan doktrin agama mereka yang ditanamkan sejak kecil. Sehingga, penelitian yang dilakukannya diarahkan hanya untuk mendukung asumsinya saja, bukan ingin mencari kebenaran secara objektif dan bebas. Karena itulah, peneliti-peneliti Barat menelan mentah-mentah riwayat-riwayat palsu, membesar-besarkan masalah kecil, menggunakan tuduhan palsu sebagai argumentasi, dan beralasan dengan sesuatu yang tidak diakui sebagi dalil. Mereka menolak semua pendapat yang berbeda dengan pikirannya, sekalipun itu benar dan argumentatif. Apa yang bisa diperoleh dari manusia-manusia seperti ini?
Dari segi metodologi, dia telah memiliki prakonsepsi dan tidak mau dikritik, bahkan fanatis. Oleh karena itu, hati-hati dengan hasil karya mereka. Sebab, dari mereka ada yang bersikap halus. Dalam tulisan-tulisannya, mereka sengaja menyajikan Islam secara benar dan kejayaannya di masa silam. Tetapi, ada satu atau dua poin konsep yang sangat membahayakan mereka selipkan dalam tulisan itu. Pujian dan sanjungan mereka terhadap Islam di permulaan bertujuan untuk menggiring pembaca untuk membenarkan seluruh isi buku dan tidak merasakan hal-hal yang ganjil, sehingga berkesimpulan bahwa penulis tersebut jujur dan objektif.
Misalnya, kasus Noel J. Coulson, orientalis Inggris, guru besar “hukum Islam” di Universitas London. Sepintas lalu dengan membaca karya-karyanya, orang akan mengira bahwa Coulson adalah orientalis yang jujur. Karena, ia mengakui bahwa sistem hukum Islam adalah sistem yang dinamis, bisa digunakan, dan telah mengakar dalam sanubari umatnya. Berbeda sekali dengan pandangan gurunya, Joseph Schacht yang terang-terangan anti-hukum Islam, dan menuduhnya dengan sederetan tuduhan keji yang tidak masuk akal.
Di sela-sela sanjungannya dalam buku A History of Islamic Law, Coulson punya sejumlah pendapat yang aneh-aneh tentang kekuatan As-Sunnah sebagai sumber hukum dan tentang ushul fiqih. Coulson mengatakan bahwa Imam Syafi’i adalah “founder” ‘penemu’ ushul fiqih. Sebuah pendapat yang tidak pernah dibenarkan oleh ahli-ahli ushul fiqih sendiri. Ia juga berpendapat bahwa kedudukan As-Sunnah sebagai pelengkap Al-Qur’an untuk menyelami kehendak Ilahi pertama kali dikemukakan oleh Imam Syafi’i. Sepintas lalu Coulson terkesan mengagumi kehebatan Imam Syafi’i (yang memang hebat, walapun tidak perlu dikagumi Coulson), tetapi ada suatu kesan terselubung dari ungkapan itu. Yakni, bahwa sebelum Imam Syafi’i ilmu ushul fiqih belum ada. Padahal, rentang waktu dua abad sebelumnya justru merupakan pondasi berdirinya “building” ushul fiqih pada fase-fase berikutnya. Pandangan Coulson itu mengesankan bahwa sebelum datangnya Imam Syafi’i, para fuqaha tidak memiliki kerangka berijtihad yang disepakati bersama. Jelas ini merupakan sebuah pemutarbalikkan fakta. Lalu, bagaimana dahulu para fuqaha selama dua ratus tahun menetapkan hukum bagi kasus-kasus yang terjadi dalam masyarakat Islam, kalau mereka tidak punya standar yang disepakati bersama? Apakah mereka harus menunggu selama dua abad tidak berijtihad, hingga Imam Syafi’i datang?
4. Banyak dari kajian-kajian orientalisme yang terkait erat dengan kepentingan negara-negara tertentu yang mendanai kajian itu. Percuma saja negara-negara Barat menghamburkan uangnya jutaan bahkan miliaran dollar hanya untuk kepentingan ilmiah semata, kalau bukan karena ada target-target tertentu yang sangat berharga bagi kepentingan mereka. Target itu bisa bersifat politis, bisnis, strategis, dan misi.
Hal ini seperti pernah diungkap oleh Prof. Ismail al-Faruqi dalam sebuah artikelnya di majalah The Contemporary Muslim bahwa studi Islam di Barat, khususnya di Amerika Serikat, tidak pernah luput dari misi zionis dan salibis. Orientalis yang mengajar di jurusan itu, katanya, sebagian besar orang Yahudi atau Kristen fanatis. Di beberapa universitas Amerika, studi Islam ditempatkan di Fakultas Lahut (teologi), jurusan “misionarisme” dan materinya dikenal dengan “perbandingan agama”. Dosen-dosen yang ada di sana kerjanya mencari “titik-titik lemah” Islam untuk diserang. Oleh karena itu, kajian-kajian mereka banyak menyangkut aliran-aliran yang menyimpang. Misalnya, Syi’ah, Isma’iliyah, Tasawuf (mistisisme), Ahmadiyah, dan Baha’iyyah. Jika mereka belajar Al-Qur’an, hadits, dan fiqih, motivasinya adalah untuk mengkritik kebenaran materi-materi itu. Dan ultimate-goal-nya untuk mencari “titik-titik lemah”. Sebagai misal, tulis Faruqi, “Pusat Studi Perbandingan Agama” di Harvard berada di bawah Fakultas Teologi. Demikian juga di Universitas Chicago.
Tentang staf pengajar, semuanya nonmuslim. Kalaupun ada yang muslim, biasanya orang-orang yang tidak “laku” di negerinya, karena punya pikiran yang aneh-aneh. Mereka ini sengaja disambut hangat oleh Amerika Serikat karena pikiran mereka sejalan dengan misi Zionis. “Umpamanya seorang Prof. asal Pakistan,” kata mantan guru besar Islamic Study di Temple Universitas itu memberi sontoh. Intelektual Pakistan ini sempat diusir oleh pemerintahnya karena dihukum murtad oleh seluruh ulama di negeri itu.
Ungkapan Faruqi ini tentu bukan sekadar asumsi yang apriori. Sebab, ia terlibat langsung dalam “pergulanan” orientalisme di Amerika Serikat. Pengalamannya adalah sebagai ketua jurusan IS di Temple dan sebagai guru besar selama bertahun-tahun di AS dan berbagai universitas Barat lainnya. Sehingga, akhirnya ia mengakhiri hayatnya sebagai “syahid” karena dibunuh oleh agen-agen Zionis. Semua ini agaknya merupakan “pelajaran berharga bagi setiap orang yang hendak belajar Islam kepada orientalis. Itulah inti nasihat Al-Faruqi.
Jadi, sebagai seorang muslim yang baik tentu kita harus memikirkan secara jernih risiko dan dampaknya di kemudian hari. Jika hasil dari belajar Islam ke Barat ternyata seperti apa yang kita lihat hari ini, yaitu betapa banyaknya pikiran-pikiran yang menyimpang dari para alumni Barat, ini jelas memperkuat kebenaran analisis Faruqi. Ternyata bantuan luar negeri dalam bentuk beasiswa studi Islam di Barat sebenarnya adalah sebuah upaya merusak pemikiran. Sepintas lalu gejala ini sama dengan tawaran “supermi dan beras” kepada warga muslim yang miskin di beberapa tempat. Inilah yang telah diperingatkan oleh Allah di dalam Al-Qur’an (yang artinya), “Maka sekali-kali janganlah kamu tertipu oleh gemerlapnya kehidupan dunia dan sekali-kali janganlah syaithan yang pintar menipu, memperdayakan kamu tentang Allah.” (Faathir: 5).
Sumber: Diadaptasi dari Pembaruan Islam dan Orientalisme dalam Sorotan, Daud Rasyid (Jakarta: Akbar, Media Eka Sarana, 2002),
Baca selengkapnya ..
Apa yang diharapkan oleh Pak Rasjidi pada awalnya, waktu memberi rekomendasi dan apa yang terjadi setelah di Mc. Gill, dapat dibaca dalam mukadimah bukunya yang berjudul Koreksi terhadap Harun Nasution.
Waktu itu Rasjidi diilhami guru-gurunya di Mesir, seperti Syaikh Musthafa ‘Abdur Raziq, pakar filsafat Islam dan lain-lain. Mereka itu pernah mengecap pendidikan di Perancis, tetapi gencar pula “menguliti” pemikiran-pemikiran orientalis. Rasjidi sendiri menempuh cara itu. Setelah menamatkan pendidikannya di Darul Ulum dan Fakultas Adab Universitas Kairo, ia “nyantri” di Sorbonne. Dengan bekal keilmuan yang cukup, yang telah dipersiapkan di Mesir, Rasjidi berhadapan dengan orientalis. Rasjidi akhirnya tampil sebagai sosok ilmuwan yang mengecap pendidikan Barat tetapi tidak terpengaruh dengan pola pikir orientalis.
Rasjidi berharap agar teman yang dikirimnya itu dapat mengikuti jejaknya, bersikap kritis, tidak membeo kepada orientalis itu. Tetapi, ternyata harapan itu berlainan dengan kenyataan.
Spesialisasi Keilmuan
Belajar Islam ke Barat memang sudah lama jadi masalah kontroversial. Sebab, dengan logika sederhana saja, orang dapat berpikir bahwa setiap disiplin ilmu haruslah dipelajari dari ahlinya (atau dari bangsa yang dikenal maju dalam bidang itu). Orang yang belajar pesawat terbang ke Jerman, belajar komputer ke Amerika, belajar kimia ke Perancis, dan sebagainya tentu itu sangat relevan. Janganlah terbalik: belajar ekonomi di negara yang kelaparan, belajar kedokteran di negara yang rawan penyakit, belajar elektro di negara yang minim listrik, apalagi belajar “agama” tertentu kepada orang yang antiagama tersebut, tentu saja dirasakan kurang tepat, kalau tidak dikatakan “ngaco”.
Sementara beberapa kalangan mengganggap metodologi Barat lebih unggul, tetapi sebenarnya di situlah letak kerancuannya. Karena kerancuan metodologi, maka ilmu apa pun yang dipelajari dari Barat akan menghasilkan tashawwur ‘gambaran’ yang serupa. Tidak hanya belajar tentang Islam, belajar yang lainnya, seperti politik, sosiologi, filsafat, dan ilmu-ilmu humanitas lainnya yang dikaitkan dengan Islam, akan sampai pada kesimpulan yang sama. Yaitu, menempatkan Islam pada posisi sebagai “tertuduh” yang harus dihukum. Jadi, bagi yang belajar politik Islam hanya bisa melihat gambaran-gambaran negatif dalam sejarah percaturan politik Islam. Mereka yang belajar sosiologi dan filsafat juga akan mendapatkan kesan-kesan negatif tentang masyarakat Islam dan sejarah pemikirannya.
Namun, bukan berarti bahwa penulis secara total menolak belajar ke Barat. Mungkin saja dibolehkan untuk kondisi tertentu dan dalam batas-batas tertentu pula. Tetapi, dalam kondisi yang minus ulama, tingkat pemahaman agama Islam yang amat sederhana, tentu belajar ke Barat memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang lebih matang dan terencana. Bila kita membuat perbandingan dengan Mesir, misalnya, yang telah “banjir” ulama, “doktor”, dan sarang para pemikir, kualitas pendidikan yang relatif mapan, toh belajar Islam ke Barat tidak pernah menjadi program mereka. Bahkan, tidak pernah didorong atau digalakkan, kecuali sekadar usaha-usaha individual yang sangat terbatas.
Lemah Materi dan Metodologi
Ada sementara orang berasumsi bahwa studi Islam di dunia Arab kaya dengan materi tetapi lemah di bidang metodologi. Sementara di sisi lain, studi Islam di Barat miskin materi tetapi kaya dalam metodologi. Benarkah Barat lebih baik dari segi metodologi? Kalau secara materi, itu sudah dapat diduga, di dunia Arab lebih baik ketimbang di Barat.
Secara materi, Barat sampai saat ini tidak mampu mengeluarkan sarjana-sarjana yang menguasai bidang-bidang tertentu dari ilmu Islam, seperti ahli tafsir, ahli hadits, ahli fiqih, ahli bahasa, ahli sejarah, dan sebagainya. Selain itu, karya ilmiah yang dihasilkan oleh orientalis dalam bidang keislaman belum terlihat berarti dibanding karya-karya yang ditinggalkan ulama.
Adapun yang dilakukan oleh kaum orientalis pada umumnya ialah mengumpulkan manuskrip, memberi komentar buku-buku klasik dan menerjemahkannya ke bahasa-bahasa Eropa. Yang agak bernilai dari karya mereka adalah ensiklopedi hadits (Al-Mu’tazilah’jam al-Mufahras li Alfazh al-Hadits) dan sejarah sastra Arab (Tarikh al-Adab al-’Arabi) karya Karl Brockelmann. Karya yang pertama memang bermanfaat bagi orang-orang yang baru mengenal hadits. Tetapi, dia bukanlah segala-galanya dalam dunia hadits. Kitab-kitab ensiklopedi hadits yang lebih lengkap telah lebih dahulu diwariskan oleh ulama-ulama hadits. Hanya saja metodenya berbeda. Bahkan, kekeliruan dan kelemahan-kelemahan karya orientalis itu cukup banyak dan dihimpun dalam buku Adhwa ‘ala Akhtha’ al-Mustasyriqin oleh Dr. Sa’ad al-Murshafi.
Sebagian besar karya-karya orientalis diwarnai oleh sikap-sikap seperti memutarbalikkan fakta, memalsukan sejarah, menyalahpahami teks, serta menyusupkan kebohongan dan fitnah. Tetapi, secara umum karya-karya sebagian orientalis yang jujur itu kita hargai dan bermanfaat bagi sebagian peneliti, khususnya pemula. Tetapi, porsinya harus dilihat secara objektif, tanpa dilebih-lebihkan. Sebab, Semua itu tidak ada artinya bila dibandingkan dengan karya ulama-ulama kita yang klasik ataupun yang modern, yang tidak tertampung oleh perpustakaan mana pun di dunia ini, karena banyaknya.
Berbicara tentang sikap “objektif” dan “bebas” (tidak memihak) yang merupakan karakteristik ilmiah, maka para peneliti Barat dalam tulisan dan kajian mereka tentang Islam sulit sekali ditemukan sikap netral dan objektif ini. Mereka hanya mau bebas (dalam artian tidak memihak) ketika berhadapan dengan materi yang tidak ada hubungannya dengan kajian keislaman. Adapun terhadap kajian-kajian Islam, mereka tidak mampu melepaskan subjektivitasnya sebagai nonmuslim.
Barat hingga saat ini masih menyimpan gambaran suram dan jelek tentang Islam dan umatnya. Sebuah warisan “hitam” yang meracuni pemikiran mereka, yang mereka warisi sejak “Perang Salib” dan belum membuangnya hingga saat ini. Ini diakui sendiri oleh pemikir mereka, seperti Gustav Lobon, filsuf Perancis dan “moyangnya” kaum sosiolog dan sejarawan Barat di abad kesembilan belas. Ia menerangkan dalam bukunya, Peradaban Islam, bahwa peneliti-peneliti Barat dalam menerangkan masalah-masalah yang berhubungan dengan Islam akan menanggalkan sikap netral dan objektif . Peneliti Barat, tanpa disadarinya, pasti akan memihak dan intoleran. Buku inilah, kalau boleh dibilang “moderat”, yang paling moderat yang ditulis oleh ilmuwan Barat tentang Islam dan peradabannya. Oleh karena itu pula, Gustav Lobon tidak dihargai, bahkan dibenci oleh orientalis Barat. Sikap penulis Barat yang tidak jujur pernah juga dibeberkan belakangan oleh Motegomery Watt, orientalis Inggris, dalam buku Apakah Islam?
Kelemahan Fundamental Orientalis
Para pengamat studi orientalis yang jujur mengemukakan beberapa kelemahan orientalis yang sulit dipungkiri siapa pun. Di antaranya sebagai berikut.
1. Tidak menguasai bahasa Arab secara baik, sense bahasa yang lemah, dan pemahaman yang terbatas atas konteks pemakaian bahasa Arab yang variatif. Kelemahan ini tentu mempengaruhi pemahaman mereka atas referensi-referensi Islam yang inti, seperti Al-Qur’an dan As-Sunnah. Karena itu, pemahaman mereka tentang Islam dan risalahnya rancu dan kabur. Hal ini diungkapkan oleh Syaikh Musthafa as-Siba’i setelah ia meninjau langsung pusat orientalisme di sekitar Eropa dan berdialog langsung dengan para orientalis. Para orientalis itu pada akhirnya banyak yang mengakui bahwa keterbatasan mereka dalam memahami materi-materi keislaman lebih menonjol ketimbang kelebihan metodologi yang mereka miliki. Bahkan, ada di antara mereka yang berterus terang bahwa Arablah (muslimlah) yang seharusnya memegang pekerjaan ini. Keterbatasan dalam menguasai bahasa Arab sangat mempengaruhi pemahaman mereka tentang Islam.
2. Perasaan “superioritas” sebagai orang Barat. Ilmuwan Barat, khususnya orientalis, senantiasa merasa bahwa “Barat” adalah “guru” dalam segala hal, khususnya dalam logika dan peradaban. Mereka cenderung tidak mau digurui oleh orang Timur.
3. Orientalis Barat sangat memegang teguh doktrin-doktrin mereka yang tidak boleh dikritik, bahkan sampai ke tingkat fanatik buta. Di antaranya dua doktrin inti, yaitu bahwa Al-Qur’an dalam pandangan insan Barat bukan kalam Allah dan Muhammad bukan rasul Allah. Doktrin ini sudah lebih dulu tertanam dalam pikiran mereka sebelum meneliti, sebab ini merupakan doktrin agama mereka yang ditanamkan sejak kecil. Sehingga, penelitian yang dilakukannya diarahkan hanya untuk mendukung asumsinya saja, bukan ingin mencari kebenaran secara objektif dan bebas. Karena itulah, peneliti-peneliti Barat menelan mentah-mentah riwayat-riwayat palsu, membesar-besarkan masalah kecil, menggunakan tuduhan palsu sebagai argumentasi, dan beralasan dengan sesuatu yang tidak diakui sebagi dalil. Mereka menolak semua pendapat yang berbeda dengan pikirannya, sekalipun itu benar dan argumentatif. Apa yang bisa diperoleh dari manusia-manusia seperti ini?
Dari segi metodologi, dia telah memiliki prakonsepsi dan tidak mau dikritik, bahkan fanatis. Oleh karena itu, hati-hati dengan hasil karya mereka. Sebab, dari mereka ada yang bersikap halus. Dalam tulisan-tulisannya, mereka sengaja menyajikan Islam secara benar dan kejayaannya di masa silam. Tetapi, ada satu atau dua poin konsep yang sangat membahayakan mereka selipkan dalam tulisan itu. Pujian dan sanjungan mereka terhadap Islam di permulaan bertujuan untuk menggiring pembaca untuk membenarkan seluruh isi buku dan tidak merasakan hal-hal yang ganjil, sehingga berkesimpulan bahwa penulis tersebut jujur dan objektif.
Misalnya, kasus Noel J. Coulson, orientalis Inggris, guru besar “hukum Islam” di Universitas London. Sepintas lalu dengan membaca karya-karyanya, orang akan mengira bahwa Coulson adalah orientalis yang jujur. Karena, ia mengakui bahwa sistem hukum Islam adalah sistem yang dinamis, bisa digunakan, dan telah mengakar dalam sanubari umatnya. Berbeda sekali dengan pandangan gurunya, Joseph Schacht yang terang-terangan anti-hukum Islam, dan menuduhnya dengan sederetan tuduhan keji yang tidak masuk akal.
Di sela-sela sanjungannya dalam buku A History of Islamic Law, Coulson punya sejumlah pendapat yang aneh-aneh tentang kekuatan As-Sunnah sebagai sumber hukum dan tentang ushul fiqih. Coulson mengatakan bahwa Imam Syafi’i adalah “founder” ‘penemu’ ushul fiqih. Sebuah pendapat yang tidak pernah dibenarkan oleh ahli-ahli ushul fiqih sendiri. Ia juga berpendapat bahwa kedudukan As-Sunnah sebagai pelengkap Al-Qur’an untuk menyelami kehendak Ilahi pertama kali dikemukakan oleh Imam Syafi’i. Sepintas lalu Coulson terkesan mengagumi kehebatan Imam Syafi’i (yang memang hebat, walapun tidak perlu dikagumi Coulson), tetapi ada suatu kesan terselubung dari ungkapan itu. Yakni, bahwa sebelum Imam Syafi’i ilmu ushul fiqih belum ada. Padahal, rentang waktu dua abad sebelumnya justru merupakan pondasi berdirinya “building” ushul fiqih pada fase-fase berikutnya. Pandangan Coulson itu mengesankan bahwa sebelum datangnya Imam Syafi’i, para fuqaha tidak memiliki kerangka berijtihad yang disepakati bersama. Jelas ini merupakan sebuah pemutarbalikkan fakta. Lalu, bagaimana dahulu para fuqaha selama dua ratus tahun menetapkan hukum bagi kasus-kasus yang terjadi dalam masyarakat Islam, kalau mereka tidak punya standar yang disepakati bersama? Apakah mereka harus menunggu selama dua abad tidak berijtihad, hingga Imam Syafi’i datang?
4. Banyak dari kajian-kajian orientalisme yang terkait erat dengan kepentingan negara-negara tertentu yang mendanai kajian itu. Percuma saja negara-negara Barat menghamburkan uangnya jutaan bahkan miliaran dollar hanya untuk kepentingan ilmiah semata, kalau bukan karena ada target-target tertentu yang sangat berharga bagi kepentingan mereka. Target itu bisa bersifat politis, bisnis, strategis, dan misi.
Hal ini seperti pernah diungkap oleh Prof. Ismail al-Faruqi dalam sebuah artikelnya di majalah The Contemporary Muslim bahwa studi Islam di Barat, khususnya di Amerika Serikat, tidak pernah luput dari misi zionis dan salibis. Orientalis yang mengajar di jurusan itu, katanya, sebagian besar orang Yahudi atau Kristen fanatis. Di beberapa universitas Amerika, studi Islam ditempatkan di Fakultas Lahut (teologi), jurusan “misionarisme” dan materinya dikenal dengan “perbandingan agama”. Dosen-dosen yang ada di sana kerjanya mencari “titik-titik lemah” Islam untuk diserang. Oleh karena itu, kajian-kajian mereka banyak menyangkut aliran-aliran yang menyimpang. Misalnya, Syi’ah, Isma’iliyah, Tasawuf (mistisisme), Ahmadiyah, dan Baha’iyyah. Jika mereka belajar Al-Qur’an, hadits, dan fiqih, motivasinya adalah untuk mengkritik kebenaran materi-materi itu. Dan ultimate-goal-nya untuk mencari “titik-titik lemah”. Sebagai misal, tulis Faruqi, “Pusat Studi Perbandingan Agama” di Harvard berada di bawah Fakultas Teologi. Demikian juga di Universitas Chicago.
Tentang staf pengajar, semuanya nonmuslim. Kalaupun ada yang muslim, biasanya orang-orang yang tidak “laku” di negerinya, karena punya pikiran yang aneh-aneh. Mereka ini sengaja disambut hangat oleh Amerika Serikat karena pikiran mereka sejalan dengan misi Zionis. “Umpamanya seorang Prof. asal Pakistan,” kata mantan guru besar Islamic Study di Temple Universitas itu memberi sontoh. Intelektual Pakistan ini sempat diusir oleh pemerintahnya karena dihukum murtad oleh seluruh ulama di negeri itu.
Ungkapan Faruqi ini tentu bukan sekadar asumsi yang apriori. Sebab, ia terlibat langsung dalam “pergulanan” orientalisme di Amerika Serikat. Pengalamannya adalah sebagai ketua jurusan IS di Temple dan sebagai guru besar selama bertahun-tahun di AS dan berbagai universitas Barat lainnya. Sehingga, akhirnya ia mengakhiri hayatnya sebagai “syahid” karena dibunuh oleh agen-agen Zionis. Semua ini agaknya merupakan “pelajaran berharga bagi setiap orang yang hendak belajar Islam kepada orientalis. Itulah inti nasihat Al-Faruqi.
Jadi, sebagai seorang muslim yang baik tentu kita harus memikirkan secara jernih risiko dan dampaknya di kemudian hari. Jika hasil dari belajar Islam ke Barat ternyata seperti apa yang kita lihat hari ini, yaitu betapa banyaknya pikiran-pikiran yang menyimpang dari para alumni Barat, ini jelas memperkuat kebenaran analisis Faruqi. Ternyata bantuan luar negeri dalam bentuk beasiswa studi Islam di Barat sebenarnya adalah sebuah upaya merusak pemikiran. Sepintas lalu gejala ini sama dengan tawaran “supermi dan beras” kepada warga muslim yang miskin di beberapa tempat. Inilah yang telah diperingatkan oleh Allah di dalam Al-Qur’an (yang artinya), “Maka sekali-kali janganlah kamu tertipu oleh gemerlapnya kehidupan dunia dan sekali-kali janganlah syaithan yang pintar menipu, memperdayakan kamu tentang Allah.” (Faathir: 5).
Sumber: Diadaptasi dari Pembaruan Islam dan Orientalisme dalam Sorotan, Daud Rasyid (Jakarta: Akbar, Media Eka Sarana, 2002),
Baca selengkapnya ..
Label:
Wawasan
MEMBONGKAR KESESATAN DAN KEDUSTAAN AHMADIYAH
Ahmadiyah adalah suatu aliran yang meyakini ada nabi setelah Nabi Muhammad saw, mereka meyakini Mirza Gulam Ahmad sebagai nabi mereka. Selain itu mereka mempunyai kitab suci yang dikenal dengan nama Tadzkirah sebagaimana umat Islam mempunyai Al-Qur`an. Semoga artikel ini dapat sebagai peringatan akan bahaya aliran sesat ini. Artikel ini dikutip dari Buletin LPPI
1.Aliran Ahmadiyah-Qadiyani itu berkeyakinan bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah Nabi dan Rasul, kemudian barangsiapa yang tidak mempercayainya adalah kafir murtad
2.Ahmadiyah-Qadiyani memang mempunyai Nabi dan Rasul sendiri yaitu Mirza Ghulam Ahmad dari India
3.Ahmadiyah-Qadiyan mempunyai kitab suci sendiri yaitu kitab suci Tadzkirah
4.Kitab suci”Tadzkirah” tersebut adalah kumpulan wahyu yang diturunkan “tuhan” kepada Mirza Ghulam Ahmad yang kesuciannya sama dengan kitab suci Al-Qur’an, karena sama-sama wahyu dari Tuhan, tebalnya lebih tebal dari Al-Qur’an, dan kitab suci Ahmadiyah tersebut ada di kantor LPPI
5.Kalangan Ahmadiyah mempunyai tempat suci tersendiri untuk melakukan ibadah haji yaitu Rabwah dan Qadiyan di India. Mereka mengatakan: “Alangkah celakanya orang yang telah melarang dirinya bersenang-senang dalam haji akbar ke Qadiyan. Haji ke Makkah tanpa haji ke Qadiyan adalah haji yang kering lagi kasar”. Dan selama hidupnya “nabi” Mirza tidak pernah haji ke Makkah
6.Kalau dalam keyakinan umat Islam para nabi dan rasul yang wajib dipercayai hanya 25 orang, dalam ajaran Ahmadiyah Nabi dan Rasul yang wajib dipercayai harus 26 orang, dan Nabi dan Rasul yang ke-26 tersebut adalah “Nabi Mirza Ghulam Ahmad”
7.Dalam ajaran Islam, kitab samawi yang dipercayai ada 4 buah yaitu: Zabur, Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Tetapi bagi ajaran Ahmadiyah Qadiyan bahwa kitab suci yang wajib dipercayai harus 5 buah dan kitab suci yang ke-5 adalah kitab suci “Tadzkirah” yang diturunkan kepada “Nabi Mirza Ghulam Ahmad”
8.Orang Ahmadiyah mempunyai perhitungan tanggal, bulan dan tahun sendiri. Nama bulan Ahmadiyah adalah: 1. Suluh 2. Tabligh 3. Aman 4. Syahadah 5. Hijrah 6. Ihsan 7. Wafa 8. Zuhur 9. Tabuk 10. Ikha’ 11. Nubuwah 12. Fatah. Sedang tahunnya adalah Hijri Syamsi yang biasa mereka singkat dengan H.S. Dan tahun Ahmadiyah saat ini adalah tahun 1373 H.S (1994 M atau 1414 H). Kewajiban menggunakan tanggal, bulan dan tahun Ahmadiyah tersendiri tersebut di atas perintah khalifah Ahmadiyah yang kedua yaitu Basyiruddin Mahmud Ahmad
9.Berdasarkan firman “tuhan” yang diterima oleh “nabi” dan “rasul” Ahmadiyah yang terdapat dalam kitab suci “Tadzkirah” yang artinya: “Dialah tuhan yang mengutus rasulnya “Mirza Ghulam Ahmad” dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya atas segala agama-agama semuanya.(“kitab suci Tadzkirah” hal. 621)
Berdasarkan keterangan yang ada dalam kitab suci Ahmadiyah di atas BAHWA AHMADIYAH BUKAN SUATU ALIRAN DALAM ISLAM, TETAPI MERUPAKAN SUATU AGAMA YANG HARUS DIMENANGKAN TERHADAP SEMUA AGAMA-AGAMA LAINNYA TERMASUK AGAMA ISLAM
10.Ahmadiyah mempunyai nabi dan rasul sendiri, kitab suci sendiri, tanggal, bulan dan tahun sendiri, tempat untuk haji sendiri serta khalifah sendiri yang sekarang khalifah yang ke-4 yang bermarkas di Inggris bernama: Thahir Ahmad. Semua anggota Ahmafiyah di seluruh dunia wajib tunduk dan taat tanpa reserve pada perintah dia.
2
Orang di luar Ahmadiyah adalah kafir dan wanita Ahmadiyah haram kawin dengan laki-laki di luar Ahmadiyah. Jika tidak mau menerima Ahmadiyah tentu mengalami kehancuran
11.Berdasarkan “ayat” kitab suci Ahmadiyah “Tadzkirah” bahwa tugas dan fungsi Nabi Muhammad saw sebagai nabi dan rasul yang dijelaskan oleh kitab suci umat Islam Al-Qur’an, dibatalkan dan diganti oleh “nabi” orang Ahmadiyah Mirza Ghulam Ahmad 11.1. Firman “tuhan” dalam “kitab suci” Tadzkirah:
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab suci’Tadzkirah” ini dekat dengan Qadiyan-India. Dan dengan kebenaran Kami menurunkannya dan dengan kebenaran dia turun.” (“kitab suci” Tadzkirah hal.637)
11.2. Firman “tuhan” dalam “kitab suci” Tadzkirah:
Artinya: ”Katakanlah-wahai Mirza Ghulam Ahmad-jika kamu benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku” (“kitab suci” Tadzkirah hal. 630)
11.3.Firman “tuhan” dalam “kitab suci” Tadzkirah
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus engkau-wahai Mirza Ghulam Ahmad-kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam”. (kitab suci “Tadzkirah” hal. 634)
11.4. Firman “tuhan” dalam kitab suci “Tadzkirah”:
Artinya: “Katakan wahai Mirza Ghulam Ahmad-sesungguhnya aku ini manusia biasa seperi kamu, hanya diberi wahyu kepadaku”.(“kitab suci Tadzkirah hal. 633)
11.5. Firman “tuhan” dalam “kitab suci” Tadzkirah:
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu - wahai Mirza Ghulam Ahmad - kebaikan yang banyak” (“kitab suci” Tadzkirah hal.652)
11.6. Firman “tuhan” dalam “kitab suci” Tadzkirah:
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menjadikan engkau - wahai Mirza Ghulam Ahmad - imam bagi seluruh manusia” (“kitab suci” Tadzkirah hal. 630)
11.7. Firman “tuhan” dalam “kitab suci” “Tadzkirah”:
Artinya: “Oh, pemimpin sempurna, engkau - wahai Mirza Ghulam Ahmad - seorang dari rasul, yang menempuh jalan betul, diutus oleh Yang Maha Kuasa, Yang Rahim” (“kitab suci” Tadzkirah hal. 658-659)
11.8. Firman “tuhan” dalam “kitab suci” Tadzkirah:
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya pada malam lailatul qadr” (kitab suci Tadzkirah hal. 519)
11.9. Firman “tuhan” dalam “kitab suci” Tadzkirah:
Artinya: “Dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar tetapi Allah-lah yang melempar. (Tuhan) Yang Maha Pemurah, yang telah mengajarkan Al-Qur’an” (“kitab suci” Tadzkirah hal.620)
Dan masih banyak lagi ayat-ayat kitab suci Al-Qur’an yang dibajaknya. Ayat-ayat “kitab suci” Ahmadiyah Tadzkirah yang dikutip di atas, adalah penodaan dan bajakan-bajakan dari kitab suci Umat Islam Al-Qur’an. Dan Mirza Ghulam Ahmad mengaku pada umatnya -orang Ahmadiyah-bahwa ayat-ayat tersebut adalah wahyu yang dia terima dari “tuhannya” di I N D I A.
12. PENODAAN AGAMA DAN HUKUMNYA
12.1 Pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana diadakan pasal baru yang berbunyi sbb: PASAL 56 a: Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. yang pokoknya bersifat permusuhan. Penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama di Indonesia.
12.2 Surat edaran Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D/BA.01/3099/84 tanggal 20 September 1984, a.l.: 2. Pengkajian terhadap aliran Ahmadiyah
3
menghasilkan bahwa Ahmadiyah-Qadiyan dianggap menyimpang dari Islam karena mempercayai Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi, sehingga mereka percaya bahwa Nabi Muhammad saw bukan nabi terakhir.
13.1.Malaysia telah melarang ajaran Ahmadiyah di seluruh Malaysia sejak tanggal 18 Juni 1975.
13.2.Brunei Darussalam juga telah melarang ajaran Ahmadiyah di seluruh Brunei Darussalam.
13.3.Rabithah `Alam Islami yang berkedudukan di Makkah telah mengeluarkan fatwa bahwa Ahmadiyah adalah KAFIR dan KELUAR DARI ISLAM.
13.4.Pemerintah Kerajaan Arab Saudi telah mengeluarkan keputusan bahwa Ahmadiyah adalah KAFIR dan TIDAK BOLEH pergi haji ke Makkah.
13.5.Pemerintah Pakistan telah mengeluarkan keputusan bahwa Ahmadiyah adalah golongan MINORITAS NON MUSLIM.
K E S I M P U L A N :
a. Ahmadiyah sebagai perkumpulan atau jemaat didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad di Qadiyan - I N D I A (sekarang Pakistan) tahun 1889, yang karena perbedaan pandangan tentang penerus kepemimpinan dalam Ahmadiyah dan ketokohan pendirinya berkembang dua aliran, yaitu Anjuman Ahmadiyah (Ahmadiyah Qadiyan) dan Anjuman Ishaat Islam Lahore (Ahmadiyah Lahore).Kedua aliran tersebut mengakui kepemimpinan dan mengikuti ajaran serta paham yang bersumber pada ajaran Mirza Ghulam Ahmad.
b. Jemaat Ahmadiyah masuk dan berkembang di Indonesia sejak tahun 1920-an dengan menamakan diri Anjuman Ahmadiyah Qadiyan Departemen Indonesia dan kemudian dinamakan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang dikenal dengan Ahmadiyah Qadiyan, dan Gerakan Ahmadiyah Lahore Indonesia (GIA) yang dikenal dengan Ahmadiyah Lahore.
c. Mirza Ghulam Ahmad mengaku telah menerima wahyu, dan dengan wahyu itu dia diangkat sebagai nabi, rasul, al-Masih Mau`ud dan Imam Mahdi. Ajaran dan faham yang dikembangkan oleh pengikut Jemaat Ahmadiyah Indonesia khususnya terdapat penyimpangan dari ajaran Islam berdasarkan Al-Qur`an dan Al-Hadits yang menjadi keyakinan umat Islam umumnya, antara lain tentang kenabian dan kerasulan Mirza Ghulam Ahmad sesudah Rasulullah saw.(BALITBANG DEPAG RI, Jakarta, 1995 hal. 19, 20,21)
P E N U T U P
Sebagai penutup brosur ini, kami kutip sebuah ayat Al-Qur`an yang mengancam orang yang mengaku menerima wahyu serta menulis kitab dengan tangannya sendiri, kemudian dikatakannya dari Allah swt dengan dusta yang amat keji seperti yang dilakukan oleh nabi Mirza di atas.
Allah swt berfirman:
Maka kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang menulis Al-Kitab dengan tangan mereka sendiri lalu dikataknnya: Ini dari Allah, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaanlah bagi mereka, akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka akibat dari apa yang mereka kerjakan. (Q.S. Al-Baqarah 79)
Cat: Apabila PB Ahmadiyah berkeberatan dengan isi brosur ini, alangkah baiknya diselesaikan melalui debat terbuka yang disaksikan oleh umat.
Sumber: Buletin LPPI. Masjid Al-Ihsan Lt.III Proyek Pasar Rumput Jakarta 12970 Telp/Fax. (021)8281606
4
SIAPAKAH MIRZA GHULAM AHMAD
Mirza Ghulam Ahmad, demikianlah nama pendiri jamaah Ahmadiyah yang terkenal akan kesesatannya itu. Namun sayang, tak banyak orang mengenali sosok Mirza Ghulam Ahmad dengan keanehan dan kesesatannya sehingga tak sedikit yang terjerumus mengikutinya dan meninggalkan Agama yang Haq ini (Islam).
Mirza Ghulam Ahmad yang lahir pada tahun 1839M menceritakan bahwa ayahnya bernama Atha Murtadha berkebangsaan mongol. (Kitab Al-Bariyyah, hal. 134, kary. Mirza Ghulam Ahmad). Namun anehnya, ia juga mengatakan “Kelurga dari Mongol, tetapi berdasarkan firman Allah, tampaknya keluargaku berasal dari Persia, dan aku yakin ini. Sebab tidak ada yang mengetahui seluk-beluk keluargaku seperti berita yang datang dari Allah Ta’ala.” (Hasyiah Al-Arba’in, no.2 hal.17, karya Mirza Ghulam Ahmad). Dia juga pernah berkata, “Aku pernah membaca beberapa tulisan ayahku dan kakekku, kalau mereka berasal dari suku mongol, tetapi Allah mewahyukan kepadaku bahwa aku dari bangsa Persia.” (Dhamimah Haqiqatil Wahyi, hal.77, kary. Mirza Ghulam Ahmad). Yang anehnya lagi, ia juga pernah mengaku sebagai keturunan Fathimah bin Muhammad. (Tuhfah Kolart, hal. 29).
Aneh memang jika kita menelusuri asal usul Mirza Ghulam Ahmad. Dari asal-usul yang gak jelas inilah yang kemudian lahir juga pemahaman-pemahaman yang aneh dan menyesatkan.
Keadaan Keluarga Mirza Ghulam Ahmad
Mirza Ghulam Ahmad, pendiri jamaah ahmadiyah ini menceritakan keadaan keluarganya yang ditulisnya dalam kitab Tuhfah Qaishariyah, hal 16 karangannya, ia berkata, “Ayahku memiliki kedudukan dikantor pemerintahan. Dia termasuk orang yang dipercaya pemerintah Inggris. Dia juga pernah membantu pemerintah untuk memberontak penjajah Inggris dengan memberikan bantuan kuda dan pasukan. Namun sesudah itu, keluargaku mengalami krisis dan kemunduran, sehingga menjadi petani yang melarat.”
Kebodohan-kebodohan Mirza Ghulam Ahmad
Ia berkata, “Sesungguhnya saat Rasulullah dilahirkan, beberapa hari kemudian ayahnya meninggal.” (Lihat Baigham Shulh, hal.19 karyanya).
Kata apa yang pantas kita juluki untuk orang yang satu ini, kalau bukan “bodoh” ? Padahal yang benar adalah bahwa ayah Rasulullah meninggal ketika beliau berada dalam kandungan ibunya.
Kebodohan lainnya nampak jelas dalam kitabnya Ainul Ma’rifah hal.286, ia berkata, “Rasulullah memiliki sebelas anak dan semuanya meninggal.”
Padahal, yang benar adalah bahwa beliau (Rasulullah) hanya memiliki 6 orang anak.
Bagaimana mungkin orang seperti Mirza Ghulam Ahmad ini mengaku Al-Masih ?
Kebejatan Mirza Ghulam Ahmad
Orang yang diagung-agungkan oleh pengikutnya ini memiliki banyak kebejatan yang tak layak dimiliki oleh orang yang mengaku beriman kepada Allah dan Rasulullah. Ia tidak hanya menghina para ulama, bahkan ia juga menghina Para Rasul-rasul Allah.
Banyak dari kalangan ulama pada masanya yang menentang ajaran-ajaran “nyeleh” dedongkot Ahmadiyah ini. Bukannya membantah dengan bukti-bukti, Mirza Ghulam Ahmad malah menghina dengan mengatakan, “Orang-orang yang menentangku, mereka lebih najis dari Babi.” (Najam Atsim, hal.21 karyanya)
Ia juga pernah mengatakan, “Sesungguhnya Muhammad hanya memiliki tiga ribu mukjizat saja, sedangkan aku memiliki lebih dari satu juta jenis.” (Tadzkirah Syahadatain, hal.72, karyanya)
Tidak puas menghina Rasulullah Muhammad shallallahu’alaihi wasallam, Mirza Ghulam Ahmad juga menghina Nabi Isa dengan mengatakan, “Sesungguhnya Isa tidak mampu mengatakan
5
dirinya sebagai orang sholih, sebab orang-orang mengetahui kalau dia suka minum-minuman keras dan perilakunya tidak baik.” (Hasyiyah Sitt Bahin, hal.172, karyanya).
Masih tidak puas dengan hal tersebut, Mirza Ghulam Ahmad juga mengatakan, “Isa cenderung menyukai para pelacur, karena nenek-neneknya adalah termasuk pelacur.” (Dhamimah Atsim, Hasyiyah, hal. 7, karyanya)
Dan yang sangat mengherankan adalah, pada kesempatan lain ia juga “bersabda” dalam hadits palsunya, “Sesungguhnya celaan, makian bukanlah perangai orang-orang shiddiq (benar). Dan orang-orang yang beriman, bukanlah orang yang suka melaknat.” (Izalatul Auham, hal.66)
Lelucon apa ini ?
Masih dalam rangkaian kebejatan Mirza Ghulam Ahmad
Rupanya orang yang diagung-agungkan dan merupakan dedengkot Ahmadiyah ini, tidak hanya menghina Rasulullah, tetapi ditambahkan lagi dengan menghina para Sahabat Rasulullah seperti Abu Hurairah.
Mirza Ghulam Ahmad mengatakan, “Abu Hurairah adalah orang yang dungu, dia tidak memiliki pemahaman yang lurus.” (I’jaz Ahmadiy, hal.140, karyanya)
Sementara itu, ditempat lain ia mengatakan, “Sesungguhnya ingatanku sangat buruk, aku lupa siapa saja yang sering menemui aku.” (Maktubat Ahmadiyah, hal.21 karyanya)
Kematian Mirza Ghulam Ahmad
Tidak sedikit para ulama yang menentang dan berusaha menasehati Mirza Ghulam Ahmad agar ia bertaubat dan menghentikan dakwah sesatnya itu. Namun, usaha itu tidak juga membuat dedengkot Ahmadiyah ini surut dalam menyebarkan kesesatannya.
Syeikh Tsanaullah, satu diantara sekian banyak ulama yang berusaha keras menentangnya dan menasehatinya. Merasa terganggu dengan usaha Syeikh Tsanaullah tersebut, Mirza Ghulam Ahmad mengirimkan sebuah surat kepada Syeikh Tsanaullah yang berisi tentang keyakinan hatinya bahwa ia adalah seorang nabi, bukan pendusta, bukan pula dajjal sebagaimana julukan yang diarahkan kepadanya oleh para ulama. Ia juga mengatakan bahwa sesungguhnya yang mendustakan kenabiannya itulah pendusta yang sesungguhnya.
Diakhir suratnya itu, ia berdo’a dengan mengatakan, “Wahai Allah yang maha mengetahui rahasia-rahasia yang tersimpan dalam hati. Jika aku seorang pendusta, pelaku kerusakan dalam pandangan-Mu, suka membuat kedustaan atas Nama-Mu pada siang dan malam hari, maka binasakanlah aku saat Tsanaullah masih hidup, dan berilah kegembiraan kepada para pengikutnya dengan sebab kematianku.
Wahai Allah, jika aku benar sedangkan Tsanaullah berada diatas kebathilan, pendusta pada tuduhan yang diarahkan kepadaku, maka binasakanlah dia dengan penyakit ganas, seperti tho’un, kolera atau penyakit lainnya, saat aku masih hidup. Amin”
Sebuah do’a mubahalah yang dipinta Mirza Ghulam Ahmad. Dan ternyata Allah mendengar doa tersebut, setelah 13 bulan lebih sepuluh hari setelah do’a itu, yakni pada tanggal 26 Mei 1908, Mirza Ghulam Ahmad dibinasakan oleh Allah dengan penyakit Kolera yang diharapkan menimpa Syeikh Tsanaullah.
Sementara itu Syeikh Tsanaullah masih hidup sekitar 40 tahun setelah kematian Mirza Ghulam Ahmad.
(Sumber : AlQadiyaniyah dirasat wa tahlil, Syeikh Ihsan Ilahi Zhahir, Pakistan)
Baca selengkapnya ..
Label:
Akidah
Langganan:
Postingan (Atom)