Kamis, 31 Desember 2009

Pemahaman yang perlu diluruskan.

Buldoser dan mircava Israel tak henti-hentinya mengeluarkan timah panas, meluluh lantahkan rumah-rumah palestina, kebun dan lahan pertanian ikut dirusak, darah syuhada’ tak henti-hentinya mengalir. Di irak, F16 pesawat siluman AS tak pernah lelah memuntahkan misil-misilnya, desiran-desiran peluru, suara mesin-mesin garang sudah menjadi santapan sehari-hari warga. Afganistan tak jauh ketinggalan, porak poranda ulah sang super powermencari seorang teroris bernama osamah bin laden. Tahukah anda, berapa nyawa yang telah tergadaikan? Kementrian kesehatan irak mencatat 300 ribu rakyat irak telah menemui penciptanya sejak invasi AS kenegri 1001. Tentunya pakta lebih banyak dari apa yang ada diatas kertas. Beribu-ribu pula darah syuhada’ palestina yang mengalir sejak didirikannya Negara yahudi Israel. Kota Kabul ibu kota afganistan menjadi kota janda yang banyak kehilangan laki-laki sejati. Ibaratkan sebuah sinetron, episode-episode kekalahan kita. Namun yang membuat kita lebih sedih, keputusan sebagai ummat nabi MuhammadSaw. Dan kesalahan mereka dalam memahami Sunnah Allah itu sendiri. Mereka mengharap burung ababil segera datang, menjadikan pangkalan-pangkalan militer AS rata dengan tanah. Berharap badai nabi Nuh As. Segera menenggelamkan yahudi Israel. Berharap bencana yang menimpa nabi Luth As. menimpa negri AS yang angkuh itu. Sungguh sebuah penantian dan harapan yang sia-sia. Mirip dengan peristiwa 7 abat yang lalu, digoreskan ibnu kastir dalam bukunya bidayah wanihayah, ketika bagdat ditaklukan oleh tatar yang begis, membantai setiap orang yang ditemuinya. Membakar dan menghancurkan apa yang dilewati, khawiyatun 'ala 'urusyiha, sampai pada hari yang ke 40, setelah bau busuk menyengat, pembantaiyan baru dihentikan. Jutaan darah muslim mengalir deras. Banyak ummat yang putus asa, Tatar tak terkalahkan, kiamat sudah dekat, imam Mahdi dan Isa As tak lama lagi akan datang. Namun siapa sangka, kiamat itupun belum terjadi, maka yakinlah fillm yang diputar ini akan berakhir happy ending, kemenangan pastilah ditangan kita. Ummat yang takkan pernah punah sampai hari kiamat tiba. Maka jika kita tidak mau memperjuangkan agama Allah ini, yakinlah AllahSwt akan mengganti kita dengan generasi baru yang mau memperjuangkan Agamanya. Ikhwati fillah..Tugas kita bukanlah menunggu generasi tersebut, tetapi kita harus berusaha menjadi salah seorang generasi tersebut. Yang siap mengorbankan harta dan jiwa untuk membela agama Allah dipermukaan bumi ini. Berjuanglah…intanshurullah yanshurkum. Jika kamu menolong agama Allah, maka yakinlah Allah pasti menolong mu.

Baca selengkapnya ..

Awal menentukan Akhir.

Bila kita menanam sebuah pohon, tentu dimulai dengan menanam bibit yang baik. Bibit itu lalu disiram dan dirawat seta disiangi dari ilalang dan rumput agar tumbuh pohon yang subur lagi berbuah lebat. Begitupula amalan kita hendaklah dimulai dengan sesuatu yang baik, misalnya dri kata yang disebut niat. Niat merupakan komponen yang paling urgen karena dengannya akan dihasilkan suatu amalan. Dengan ungkapan lain, suatu amalan tergantung dari niatnya.Niat yang ikhlas akan menghasilkan amalan yang berbuah baik. Seseorang yang bkerja setiap hari kdengan niat hanya mengharap keredhaan AllahSwt insya Allah tidak akan mengeluh, tidak akan surut langkahnya dan tidak akan pernah putus asa. Hal ini dikarenakan ia tahu benar bahwa yang dilakukannya semata2 karena AllahSwt. Sebaliknya apabila suatu amalan diniatkan untuk selain AllahSwt, maka pelakunya hanya mendapatkan sekedar dari yang diusahakannyaitu. Sebagai contoh, ada orang yang menuntut ilmu hanya sekedar untuk dianggap orang berkedudukan atau ada yang bekerja hanya sekedar mencari pangkat dan ada pula yang beribadah supaya dianggap shaleh. Semua kkelompok ini tidak akan mendapatkan kecuali yang diniatkannya itu saja. Sekarang terserah kita, jalan manakah yang akan dipilih? Untuk itu, selalulah memperbaharui niat dalam berbuat. Selain itu iringi dengan do’a agar AllahSwt senantiasa membimbing dan memberi petunjuk dalam setiap langkah kita. Awal menentukan akhir, itulah yang harus kita garis bawahi. Darimana permulaan dari amalan kita itu pulalah buah yang akan kita petik.Niat bisa merubah amalan kecil menjadi besar nilainya, amalan biasa menjadi luar biasa. Ikhwatifillah,,,siapa yang berjuang karena mengharapkan keredhaan AllahSwt akan sampai ketujuan, namun bagi siapa yang beramal karena mengharapkan keduniaan maka akan putus ditengah jalan. Inggatlah..Awal menentukan Akhir. Maka marilah kita awali hidup dan segala aktivitas dengan niat yang baik.

Baca selengkapnya ..

Rabu, 30 Desember 2009

Etika berpakaiyan dan Berhias

Disunnatkan memakai pakaian baru, bagus dan bersih. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda kepada salah seorang shahabatnya di saat beliau melihatnya mengenakan pakaian jelek : “Apabila Allah mengaruniakan kepadamu harta, maka tampakkanlah bekas ni`mat dan kemurahan-Nya itu pada dirimu.” (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani). Pakaian harus menutup aurat, yaitu longgar tidak membentuk lekuk tubuh dan tebal tidak memperlihatkan apa yang ada di baliknya. Pakaian laki-laki tidak boleh menyerupai pakaian perempuan atau sebaliknya. Karena hadits yang bersum-ber dari Ibnu Abbas Radhiallaahu ‘anhu ia menuturkan: “Rasulullah melaknat (mengutuk) kaum laki-laki yang menyerupai kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupai kaum pria.” (HR. Al-Bukhari). Tasyabbuh atau penyerupaan itu bisa dalam bentuk pakaian ataupun lainnya. Pakaian tidak merupakan pakaian show (untuk ketenaran), karena Rasulullah Radhiallaahu ‘anhu telah bersabda: “Barang siapa yang mengenakan pakaian ketenaran di dunia niscaya Allah akan mengenakan padanya pakaian kehinaan di hari Kiamat.” ( HR. Ahmad, dinilai hasan oleh Al-Albani). Pakaian tidak boleh ada gambar makhluk yang bernyawa atau gambar salib, karena hadits yang bersumber dari Aisyah Radhiallaahu ‘anha menyatakan bahwasanya beliau berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah membiarkan pakaian yang ada gambar salibnya melainkan Nabi menghapusnya”. (HR. Al-Bukhari dan Ahmad). Laki-laki tidak boleh memakai emas dan kain sutera kecuali dalam keadaan terpaksa. Karena hadits yang bersumber dari Ali Radhiallaahu ‘anhu mengatakan, Sesungguhnya Nabi Allah Subhaanahu wa Ta’ala pernah membawa kain sutera di tangan kanannya dan emas di tangan kirinya, lalu beliau bersabda: Sesungguhnya dua jenis benda ini haram bagi kaum lelaki dariumatku”. (HR. Abu Daud dan dinilai shahih oleh Al-Albani). Pakaian laki-laki tidak boleh panjang melebihi kedua mata kaki. Karena Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda : “Apa yang berada di bawah kedua mata kaki dari kain itu di dalam neraka” (HR. Al-Bukhari). Adapun perempuan, maka seharusnya pakaiannya menu-tup seluruh badannya, termasuk kedua kakinya.Adalah haram hukumnya orang yang menyeret (meng-gusur) pakaiannya karena sombong dan bangga diri. Sebab ada hadits yang menyatakan : “Allah tidak akan memperhatikan di hari Kiamat kelak kepada orang yang menyeret kainnya karena sombong”. (Muttafaq’alaih). Disunnatkan mendahulukan bagian yang kanan di dalam berpakaian atau lainnya. Aisyah Radhiallaahu ‘anha di dalam haditsnya berkata: “Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam suka bertayammun (memulai dengan yang kanan) di dalam segala perihalnya, ketika memakai sandal, menyisir rambut dan bersuci’. (Muttafaq’-alaih). Disunnatkan kepada orang yang mengenakan pakaian baru membaca :“Segala puji bagi Allah yang telah menutupi aku dengan pakaian ini dan mengaruniakannya kepada-ku tanpa daya dan kekuatan dariku”. (HR. Abu Daud dan dinilai hasan oleh Al-Albani). Disunnatkan memakai pakaian berwarna putih, katrena hadits mengatakan: “Pakaialah yang berwarna putih dari pakaianmu, karena yang putih itu adalah yang terbaik dari pakaian kamu …” (HR. Ahmad dan dinilah shahih oleh Albani). Disunnatkan menggunakan farfum bagi laki-laki dan perempuan, kecuali bila keduanya dalam keadaan berihram untuk haji ataupun umrah, atau jika perempuan itu sedang berihdad (berkabung) atas kematian suaminya, atau jika ia berada di suatu tempat yang ada laki-laki asing (bukan mahramnya), karena larangannya shahih. Haram bagi perempuan memasang tato, menipiskan bulu alis, memotong gigi supaya cantik dan menyambung rambut (bersanggul). Karena Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam di dalam haditsnya mengatakan: “Allah melaknat (mengutuk) wanita pemasang tato dan yang minta ditatoi, wanita yang menipiskan bulu alisnya dan yang meminta ditipiskan dan wanita yang meruncingkan giginya supaya kelihatan cantik, (mereka) mengubah ciptaan Allah”. Dan di dalam riwayat Imam Al-Bukhari disebutkan: “Allah melaknat wanita yang menyambung rambutnya”. (Muttafaq’alaih).
Baca selengkapnya ..

Takwa, Semudah itukah?

“takwa” sangat sering kita dengar dalam ceramah-ceramah agama, sebagaimana kalimat ini mudah dan ringan diucapkan di lisan kita. Akan tetapi, sudahkah hakikat kalimat ini terwujud dalam diri kita secara nyata? Sudahkah misalnya ciri-ciri orang yang bertakwa yang disebutkan dalam ayat berikut ini terealisasi dalam diri kita? الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ، وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ “(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengatahui.”(Qs. Ali ‘Imran: 134-135) Maka mempraktekkan kalimat ini tidak semudah mengucapkannya, khususnya kalau kita mengetahui bahwa takwa yang sebenarnya adalah amalan hati dan bukan sekedar apa yang tampak pada anggota badan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Takwa itu terletak di sini”, sambil beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjuk ke dada/hati beliau tiga kali[1]. Di sinilah letak sulitnya merealisasikan takwa yang hakiki, kecuali bagi orang-orang yang dimudahkan oleh Allah Ta’ala, karena kalau anggota badan mudah kita kuasai dan tampakkan amal baik padanya, maka tidak demikian keadaan hati, sebab hati manusia tidak ada seorangpun yang mampu menguasainya kecuali Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman, وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ “Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi (menghalangi) antara manusia dan hatinya.” (Qs. al-Anfaal: 24) Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya semua hati manusia berada di antara dua jari dari jari-jari ar-Rahman (Allah Ta’ala), seperti hati yang satu, yang Dia akan membolak-balikkan hati tersebut sesuai dengan kehendak-Nya”, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa: “Wahai Allah Yang membolak-balikkan hati (manusia), palingkanlah hati kami untuk (selalu) taat kepad-Mu.” [2] Takwa yang Hakiki Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata, “Ketahuilah, sesungguhnya seorang hamba hanyalah mampu melalui tahapan-tahapan perjalanan menuju (ridha) Allah dengan hati dan keinginannya yang kuat, bukan (cuma sekedar) dengan (perbuatan) anggota badannya. Dan takwa yang hakiki adalah takwa (dalam) hati dan bukan takwa (pada) anggota badan (saja). Allah Ta’ala berfirman, ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ “Demikianlah (perintah Allah), dan barangsiapa yang mengagungkan syi’ar-syi’ar (perintah dan larangan) Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan (dalam) hati.” (Qs. al-Hajj: 32) (Dalam ayat lain) Allah berfirman, لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (Qs. al-Hajj: 32) Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, التقوى ههنا. ويشير إلى صدره ثلاث مرات. “Takwa itu (terletak) di sini”, dan beliau menunjuk ke dada (hati) beliau tiga kali[3], …[4] Imam an-Nawawi ketika menjelaskan makna hadits di atas, beliau berkata, “Artinya: Sesungguhnya amalan perbuatan yang tampak (pada anggota badan) tidaklah (mesti) menunjukkan adanya takwa (yang hakiki pada diri seseorang). Akan tetapi, takwa (yang sebenarnya) terwujud pada apa yang terdapat dalam hati (manusia), berupa pengagungan, ketakutan dan (selalu) merasakan pengawasan Allah Ta’ala.”[5] Makna takwa yang hakiki di atas sangatlah jelas, karena amal perbuatan yang tampak pada anggota badan manusia tidak mesti ditujukan untuk mencari ridha Allah Ta’ala semata. Lihatlah misalnya orang-orang munafik di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka menampakkan Islam secara lahir, dengan tujuan untuk melindungi diri mereka dari kaum muslimin, padahal dalam hati mereka tersimpan kekafiran dan kebencian yang besar terhadap agama Islam. Allah Ta’ala berfirman: إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاؤُونَ النَّاسَ وَلا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلاً “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah membalas tipu daya mereka, dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas-malasan, mereka bermaksud riya’/pamer (dengan shalat) di hadapan manusia, dan tidaklah mereka menyebut nama Allah kecuali sedikit sekali.” (Qs. An-Nisaa’: 142) Demikianlah keadaan manusia dalam mengamalkan agama Islam secara lahir, tidak semua bertujuan untuk mencari ridha-Nya. Bahkan di antara mereka ada yang mengamalkan Islam hanya ketika dirasakan ada manfaat pribadi bagi dirinya, dan ketika dirasakan tidak ada manfaatnya maka dia langsung berpaling dari agama Islam. Mereka inilah yang dimaksud dalam firman Allah Ta’ala, وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَى وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةَ ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ “Dan di antara manusia ada orang yang beribadah kepada Allah dengan berada di tepi (untuk memuaskan kepentingan pribadi), jika mendapatkan kebaikan (untuk dirinya), dia akan senang, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana/hilangnya nikmat, berbaliklah ia ke belakang (berpaling dari agama). Rugilah dia di dunia dan akhirat, yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (Qs. al-Hajj: 11) Artinya: Dia masuk ke dalam agama Islam pada tepinya (tidak sepenuhnya), kalau dia mendapatkan apa yang diinginkannya maka dia akan bertahan, tapi kalau tidak didapatkannya maka dia akan berpaling[6]. Beberapa Contoh Pengamalan Takwa yang Hakiki Beberapa contoh berikut ini merupakan pengamalan takwa yang hakiki, karena dilakukan semata-semata karena mencari ridha Allah dan bukan untuk memenuhi kepentingan pribadi dan hawa nafsu. 1- Firman Allah Ta’ala, الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ “(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain.” (Qs. Ali ‘Imran: 134) Ketiga perbuatan ini, berinfak/bersedekah dalam keadaan lapang maupun sempit, menahan kemarahan di saat kita mampu melampiaskannya dan memaafkan kesalahan orang yang berbuat salah kepada kita, adalah perbuatan yang bersumber dari ketakwaan hati dan bersih dari kepentingan pribadi serta memperturutkan hawa nafsu. 2- Firman Allah Ta’ala, وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ على أَلاَّ تَعْدِلُوْا اِعْدِلُوْا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (Qs. al-Maaidah: 8) Imam Ibnul Qayyim membawakan ucapan seorang ulama salaf yang menafsirkan sikap adil dalam ayat ini, beliau berkata, “Orang yang adil adalah orang yang ketika dia marah maka kemarahannya tidak menjerumuskannya ke dalam kesalahan, dan ketika dia senang maka kesenangannya tidak membuat dia menyimpang dari kebenaran.”[7] Kebanyakan orang bisa bersikap baik dan adil kepada orang lain ketika dia sedang senang dan ridha kepada orang tersebut, karena ini sesuai dengan kemauan hawa nafsunya. Tapi sikap baik dan adil meskipun dalam keadaan marah/benci kepada orang lain, hanya mampu dilakukan oleh orang yang memiliki ketakwaan dalam hatinya. 3- Doa yang diucapkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits yang shahih: اللهم وأسألك خشيتك في الغيب والشهادة وأسألك كلمة الحق في الرضا والغضب وأسألك القصد في الفقر والغنى “Ya Allah, aku minta kepada-Mu rasa takut kepada-Mu di waktu sendirian maupun di hadapan orang lain, dan aku minta kepada-Mu ucapan yang benar dalam keadaan senang maupun marah, dan aku minta kepada-Mu kesederhanaan di waktu miskin maupun kaya.”[8] Takut kepada Allah di waktu sendirian, ucapan yang benar dalam keadaan marah dan sikap sederhana di waktu kaya hanya bisa dilakukan oleh orang yang memiliki takwa dalam hatinya. 4- Ucapan Yahya bin Mu’adz ar-Raazi[9], “Cinta karena Allah yang hakiki adalah jika kecintaan itu tidak bertambah karena kebaikan (dalam masalah pribadi/dunia) dan tidak berkurang karena keburukan (dalam masalah pribadi/dunia)”[10] Cinta yang dipengaruhi dengan kebaikan/keburukan yang bersifat duniawai semata bukanlah cinta yang dilandasi ketakwaan dalam hati. Kiat untuk Mencapai Takwa yang Hakiki Berdasarkan keterangan para ulama ahlus sunnah, satu-satu cara untuk mewujudkan ketakwaan dalam hati, setelah berdoa kepada Allah Ta’ala, adalah dengan melakukan tazkiyatun nufus (pensucian jiwa/pembersihan hati), karena ketakwaan kepada Allah Ta’ala yang sebenarnya (ketakwaan dalam hati) tidak akan mungkin dicapai kecuali dengan berusaha mensucikan dan membersihkan jiwa dari kotoran-kotoran yang menghalangi seorang hamba untuk dekat kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala Menjelaskan hal ini dalam firman-Nya, وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاها قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا “Dan (demi) jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan, Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu (dengan ketakwaan), dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (dengan kefasikan).” (Qs. Asy Syams: 7-10) Demikian juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam doa beliau, “Ya Allah, anugerahkanlah kepada jiwaku ketakwaannya, dan sucikanlah jiwaku (dengan ketakwaan itu), Engkau-lah Sebaik-baik Yang Mensucikannya, (dan) Engkau-lah Yang Menjaga serta Melindunginya.” [11] Imam Maimun bin Mihran[12] berkata, “Seorang hamba tidak akan mencapai takwa (yang hakiki) sehingga dia melakukan muhasabatun nafsi (introspeksi terhadap keinginan jiwa untuk mencapai kesucian jiwa) yang lebih ketat daripada seorang pedagang yang selalu mengawasi sekutu dagangnya (dalam masalah keuntungan dagang). Oleh karena itu ada yang mengatakan bahwa jiwa manusia itu ibaratnya seperti sekutu dagang yang suka berkhianat. Kalau Anda tidak selalu mengawasinya, dia akan pergi membawa hartamu (sebagaimana jiwa akan pergi membawa agamamu)”[13] Ketika menerangkan pentingnya pensucian jiwa ini, Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyyah berkata, “Orang-orang yang menempuh jalan (untuk mencari keridhaan) Allah, meskipun jalan dan metode yang mereka tempuh berbeda-beda, (akan tetapi) mereka sepakat (mengatakan) bahwa nafsu (jiwa) manusia adalah penghalang (utama) bagi hatinya untuk sampai kepada (ridha) Allah (sehingga) seorang hamba tidak (akan) mencapai (kedekatan) kepada Allah kecuali setelah dia (berusaha) menentang dan menguasai nafsunya (dengan melakukan tazkiyatun nufus).” [14] Kemudian, pensucian jiwa yang benar hanyalah dapat dicapai dengan memahami dan mengamalkan petunjuk Allah dalam al-Qur’an dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala menjelaskan salah satu fungsi utama diturunkannya Al Qur-an, yaitu membersihkan hati dan mensucikan jiwa manusia dari noda dosa dan maksiat yang mengotorinya, dalam firman-Nya, أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَسَالَتْ أَوْدِيَةٌ بِقَدَرِهَا فَاحْتَمَلَ السَّيْلُ زَبَداً رَابِياً وَمِمَّا يُوقِدُونَ عَلَيْهِ فِي النَّارِ ابْتِغَاءَ حِلْيَةٍ أَوْ مَتَاعٍ زَبَدٌ مِثْلُهُ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ الْحَقَّ وَالْبَاطِلَ فَأَمَّا الزَّبَدُ فَيَذْهَبُ جُفَاءً وَأَمَّا مَا يَنْفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِي الْأَرْضِ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ “Allah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka aliran air itu itu membawa buih yang mengambang (di permukaan air). Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasaan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu.Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih, akan hilang sebagai sesuatu yang tidak berguna; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan.” (Qs. Ar Ra’d: 17) Ketika menafsirkan ayat di atas, Imam Ibnul Qayyim berkata, “(Dalam ayat ini) Allah Ta’ala mengumpamakan ilmu yang diturunkan-Nya kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan air (hujan), karena keduanya membawa kehidupan dan manfaat bagi manusia dalam kehidupan mereka di dunia dan akhirat. Kemudian Allah mengumpamakan hati manusia dengan lembah (sungai, danau dan lain-lain), hati yang lapang (karena bersih dari kotoran) akan mampu menampung ilmu yang banyak sebagaimana lembah yang luas mampu menampung air yang banyak, dan hati yang sempit (karena dipenuhi kotoran) hanya mampu menampung ilmu yang sedikit sebagaimana lembah yang sempit hanya mampu menampung air yang sedikit, Allah berfirman (yang artinya), “…Maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya (daya tampungnya).” (Kemudian Allah berfirman yang artinya), “…Maka aliran air itu itu membawa buih yang mengambang (di permukaan air).” Ini adalah perumpamaan yang Allah sebutkan bagi ilmu (wahyu dari-Nya) ketika kemanisan ilmu tersebut masuk dan meresap ke dalam hati manusia, maka ilmu tersebut akan mengeluarkan (membersihkan) dari hati manusia buih (kotoran) syubhat (kerancuan dalam memahami dan mengamalkan agama) yang merusak sehingga kotoran tersebut akan mengambang (tidak menetap) di permukaan hati, sebagaimana aliran air akan mengeluarkan kotoran dari lembah sehingga kotoran tersebut akan mengambang di permukaan air. Dan Allah Ta’ala mengabarkan bahwa kotoran tersebut mengambang dan mengapung di atas permukaan air, tidak menetap (dengan kuat) di atas tanah. Demikian pula (keadaan kotoran) syubhat yang rusak ketika ilmu mengeluarkan (membersihkan)nya (dari hati), syubhat tersebut akan mengambang dan mengapung di atas permukaan hati, tidak menetap dalam hati, bahkan (kemudian) akan dibuang dan disingkirkan (dari hati), sehingga (pada akhirnya) yang menetap pada hati tersebut adalah petunjuk (ilmu) dan agama yang benar (amal shaleh) yang bermanfaat yang bermanfaat bagi orang tersebut dan orang lain, sebagaimana yang akan menetap pada lembah adalah air yang jernih dan buih (kotoran) akan tersingkirkan sebagai sesuatu yang tidak berguna. Tidaklah mampu (memahami) perumpaan-perumpaan dari Allah kecuali orang-orang yang berilmu.” [15] Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih mempertegas perumpaan di atas dalam sabda beliau, “Sesungguhnya perumpaan bagi petunjuk dan ilmu yang Allah wahyukan kepadaku seperti air hujan (yang baik) yang Allah turunkan ke bumi…”[16] Imam Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Baari membawakan ucapan para ulama dalam menerangkan makna hadits ini, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat perumpamaan bagi agama yang beliau bawa (dari Allah) seperti air hujan (yang baik) yang merata dan turun ketika manusia (sangat) membutuhkannya, seperti itu jugalah keadaan manusia sebelum diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sebagaimana air hujan tersebut memberi kehidupan (baru) bagi negeri yang mati (kering dan tandus), demikian pula ilmu agama akan memberi kehidupan bagi hati yang mati…” [17] Oleh karena itulah, Imam Ibnul Jauzi di sela-sela sanggahan beliau terhadap sebagian orang-orang ahli tasawuf yang mengatakan bahwa ilmu tentang syariat Islam tidak diperlukan untuk mencapai kebersihan hati dan kesucian jiwa, beliau berkata, “Ketahuilah bahwa hati manusia tidak (mungkin) terus (dalam keadaan) bersih. Akan tetapi (suatu saat mesti) akan bernoda (karena dosa dan maksiat), maka (pada waktu itu) dibutuhkan pembersih (hati), dan pembersih hati itu adalah menelaah kitab-kitab ilmu (agama untuk memahami dan mengamalkannya)” [18] Penutup Setelah membaca tulisan di atas, jelaslah bagi kita bagaimana pentingnya mengkaji dan memahami ilmu agama, karena inilah satu-satunya cara untuk meraih kemuliaan tingi dalam agama, yaitu ketakwaan hati dan kesucian jiwa. Oleh karena itu, sangat wajar kalau kita dapati para ulama Ahlus Sunnah menggambarkan kebutuhan manusia terhadap ilmu agama melebihi besarnya kebutuhan mereka terhadap semua kebutuan pokok dalam kehidupan mereka. Alangkah indahnya ucapan Imam Ahmad bin Hambal, Imam ahlus Sunnah di jamannya, ketika menggambarkan kebutuhan manusia terhadap ilmu agama ini dalam ucapan beliau yang terkenal: “Kebutuhan manusia terhadap ilmu (agama) melebihi besarnya kebutuhan mereka terhadap makan dan minum, karena makan dan minum dibutuhkan sekali atau dua kali dalam sehari, adapun ilmu (agama) dibutuhkan (sesuai) dengan hitungan nafas manusia (setiap waktu).” [19] Akhirnya, kami menutup tulisan ini dengan doa: Ya Allah, anugerahkanlah kepada jiwa-jiwa kami semua ketakwaannya, dan sucikanlah jiwa kami (dengan ketakwaan itu), Engkau-lah Sebaik-baik Yang Mensucikannya, (dan) Engkau-lah Yang Menjaga serta Melindunginya. وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين Kota Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, 13 Ramadhan 1430 H
***

Footnote:

[1] HSR Muslim (no. 2564).

[2] HSR Muslim (no. 2654).

[3] HSR Muslim (no. 2564).

[4] Kitab al-Fawa-id (hal. 185).

[5] Kitab Syarh Shahih Muslim (16/121).

[6] Lihat Tafsir Ibnu Katsir (3/281).

[7] Kitab ar-Risalatut Tabuukiyyah (hal. 33).

[8] HR an-Nasa-i (3/54) dan Ahmad (4/264), dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani.

[9] Biografi beliau dalam kitab Siyaru A’laamin Nubalaa’ (13/15).

[10] Dinukil oleh Imam Ibnu Hajar al-’Asqalaani dalam Fathul Baari (1/62).

[11] HSR Muslim dalam Shahih Muslim (no. 2722).

[12] Beliau adalah Abu Ayyub Al Jazari Al Kuufi, seorang ulama tabi’in yang terpercaya (dalam meriwayatkan hadits) dan berilmu tinggi, beliau wafat tahun 117 H. Lihat kitab Taqriibut Tahdziib tulisan Imam Ibnu Hajar (hal. 513).

[13] Dinukil oleh Imam Ibnul Qayyim dalam Ighaatsatul Lahfaan (hal. 147- Mawaaridul Amaan).

[14] Kitab Ighaatsatul Lahfaan (hal. 132 – Mawaaridul Amaan).

[15] Kitab Miftaahu Daaris Sa’aadah (1/61).

[16] HSR Al Bukhari (no. 79) dan Muslim (no. 2282).

[17] Fathul Baari (1/177).

[18] Kitab Talbiisu Ibliis (hal.398).

[19] Dinukil oleh Imam Ibnul Qayyim dalam kitab beliau Miftaahu Daaris Sa’aadah

foto-foto Berikut ini juga dapat dihapus dari Blogger. Ini akan menghapusnya dari semua kiriman di mana kiriman tersebut muncul. Periksa yang ingin Anda hapus.
(Penghapusan bisa memakan waktu lebih dari 24 jam).

foto-foto Berikut ini juga dapat dihapus dari Blogger. Ini akan menghapusnya dari semua kiriman di mana kiriman tersebut muncul. Periksa yang ingin Anda hapus.
(Penghapusan bisa memakan waktu lebih dari 24 jam).

foto-foto Berikut ini juga dapat dihapus dari Blogger. Ini akan menghapusnya dari semua kiriman di mana kiriman tersebut muncul. Periksa yang ingin Anda hapus.
(Penghapusan bisa memakan waktu lebih dari 24 jam).

Baca selengkapnya ..

Selasa, 29 Desember 2009

Sepuluh Langkah Menjemput Rezeki

Banyak jalan yang bisa ditempuh untuk menjemput rezeki. Berikut sepuluh diantaranya.. 1. Taqwa “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya,” (QS ath-Thalaq: 2-3). 2. Tawakal Nabi s.a.w. bersabda: “Seandainya kamu bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, nescaya kamu diberi rezeki seperti burung diberi rezeki, ia pagi hari lapar dan petang hari telah kenyang.” (Riwayat Ahmad, at-Tirmizi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, al-Hakim dari Umar bin al-Khattab r.a.) 3. Shalat Firman Allah dalam hadis qudsi: “Wahai anak Adam, jangan sekali-kali engkau malas mengerjakan empat rakaat pada waktu permulaan siang (solat Dhuha), nanti pasti akan Aku cukupkan keperluanmu pada petang harinya.” (Riwayat al-Hakim dan Thabrani) 4. Istighfar “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirim-kan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu ke-bun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai” (QS Nuh: 10-12). “Barangsiapa memperbanyak istighfar (mohon ampun kepada Allah), niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitannya kelapangan, dan Allah akan memberinya rezeki (yang halal) dari arah yang tiada disangka-sangka,” (HR Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa’i, Ibnu Majah dan al-Hakim). 5. Silaturahmi Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang senang untuk dilapangkan rezekinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya), hendaknyalah ia menyambung (tali) silaturahim.” 6. Sedekah Sabda Nabi s.a.w.: “Tidaklah kamu diberi pertolongan dan diberi rezeki melainkan kerana orang-orang lemah di kalangan kamu.” (Riwayat Bukhari) 7. Berbuat Kebaikan “Barangsiapa yang datang dengan (membawa) kebaikan, maka baginya (pahala) yang lebih baik daripada kebaikannya itu; dan barangsiapa yang datang dengan (membawa) kejahatan, maka tidaklah diberi pembalasan kepada orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu, melainkan (seimbang) dengan apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS Alqashash:84) Nabi bersabda: Sesungguhnya Allah tdk akan zalim pd hambanya yg berbuat kebaikan.Dia akan dibalas dengan diberi rezeki di dunia dan akan dibalas dengan pahala di akhirat.(HR. Ahmad) 8. Berdagang Dan Nabi SAW bersabda: “Berniagalah, karena sembilan dari sepuluh pintu rezeki itu ada dalam perniagaan” (Riwayat Ahmad) 9. Bangun Pagi Fatimah (putri Rasulullah) berkata bahwa saat Rasulullah ( S.A.W.) melihatnya masih terlentang di tempat tidurnya di pagi hari, beliau (S.A.W.) mengatakan kepadanya, “Putriku, bangunlah dan saksikanlah kemurahan-hati Tuhanmu, dan janganlah menjadi seperti kebanyakan orang. Allah membagikan rezeki setiap harinya pada waktu antara mulainya subuh sampai terbitnya matahari. ( H.R. Al-Baihaqi) Aisyah juga meceritakan sebuah hadits yang hampir sama maknanya, yang mana Rasulullah (S.A.W.) bersabda, “Bangunlah pagi-pagi untuk mencari rezekimu dan melakukan tugasmu, karena hal itu membawa berkah dan kesuksesan. (H.R. At-Tabarani) 10. Bersyukur “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS Ibrahim:7)
Baca selengkapnya ..

Makna dari Sebuah Kesuksesan

Para Pembaca yang disayangi Allah, setiap orang pastilah menginginkan kesuksesan di dunia ini. Namun tidak semua orang yang ’sukses’ dapat merasakan sukses tersebut dengan sebenarnya. Dengan kata lain, kesuksesan yang diraihnya tidak membawa kebahagiaan bagi dirinya. Mengapa? Karena mereka salah dalam memahami definisi dan tujuan kesuksesan itu sendiri. Kalau kesuksesan indikatornya hanyalah berkelimpahan harta, ketenaran ataupun jabatan yang tinggi, pada dasarnya hal itu bukan merupakan kesuksesan sejati. Indikator kesuksesan sejati adalah adanya keseimbangan hidup. Keseimbangan antara pemenuhan hak diri sendiri serta dapat memenuhi hak orang-orang di sekitar kita.Di samping itu bagaimana kita juga dapat memberikan manfaat bagi orang lain. Hidup kita dirasakan berguna bagi orang lain. Dan kita juga dapat menikmati setiap keberhasilan yang kita raih baik keberhasilan kecil maupun besar. Dan kalau nanti kita telah meninggalkan dunia ini dapat kita akhiri dengan‘akhir yang baik’ yakni meninggalkan warisan bermakna. Berkarya untuk orang lain yang manfaatnya berdimensi lama dan dirasakan oleh sebanyak-banyaknya orang. Bahkan kalau bisa karya tersebut tetap bermanfaat bagi orang lain setelah Anda meninggal. Jika Anda terbalut hanya dalam pemenuhan hak diri semata dalam bingkai indikator ‘kesuksesan semu’ maka hanya kelelahan yang Anda dapatkan. Saatnya keluar dari kungkungan ini untuk melihat lebih luas. Raihlah kesuksesan sejati dengan menikmati apapun keberhasilan yang kita raih, besar, kecil, banyak sedikit. Bersyukurlah dengan apa yang didapat dan dimiliki. Jadilah orang yang mempunyai banyak ’setoran’ kebaikan bagi orang lain. Agamapun menyuruh kita menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Jangan memandang besar kecil yang kita berikan, tetapi utamakan proses yang dilakukan dengan berkesinambungan. Dan jangan lupa dengan tujuan hidup kita. Buatlah bayangan diri di akhir hayat serta di negeri akhirat kelak. Mengapa hal ini perlu dilakukan? Karena inilah muara setiap manusia. Manusia pasti mengalami kematian dan manusia akan hidup di negeri akhirat. Oleh karenanya persiapan bekal amal ibadah. Dalam bingkai kesuksesan sejati insya Allah bekal kita kan cukup untuk membawa kebahagiaan dunia dan akhirat. Semoga bermanfaat
Baca selengkapnya ..

Anakku, Masa depanku

Nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang engkau dustakan. Sungguh nikmat dari Tuhanmu tak akan pernah bisa engkau hitung. Demikian kurang lebih salah satu redaksi dalam kitab suci Al-Qur’an nul karim. Ini mengingatkan kita bahwa sungguh dan sebenar-benarnya pada apa-apa yang Sang Khalik Allah SWT berikan kepada kita baik itu nikmat hidup, nafas, umur, kesehatan, waktu luang, ilmu pengetahuan, kesulitan hidup, kegagalan, harta, tahta, wanita, dan dunia dgn segala isinya tak terkecuali anak dan diri kita sendiri sejatinya adalah amanah. Amanah hidup yg harus diemban, disyukuri, dijalankan, dan akan dipertanggungjawabkan ke hadapan -Nya kelak di hari akhir nanti. Karena jauh sebelum kita lahir kedunia, ruh kita telah bersaksi dan berjanji dgn Sang Khalik, Allah SWT di alam alastu (alam ruh) untuk bersedia mengemban amanah dan tanggung jawab menjadi khalifah (pemimpin) di muka bumi. Memakmurkan dan menjadikan bumi ini surga sebelum surga di akhirat nanti. Demikian pula anak kita. Anak adalah titipan Allah yg oleh karenanya merupakan amanah yg harus dipertanggungjawabkan. Anak adalah buah hati kita, belahan jiwa kita, penyejuk mata kita, penghibur hati kita, masa depan kita serta permata hidup kita. Maka jangan sia-siakan dan terlantarkan anak2 kita hanya karena kita sibuk dengan karir dan pekerjaan kita sehingga beragumen serta berapologi dan berdalih bahwa kita tak punya waktu untuk mereka. Kesibukan mencari nafkah, karir, dan pekerjaan janganlah menghalangi kita untuk tetap meluangkan waktu (meskipun barang sejenak) untuk anak-anak kita. Sesibuk apapun kita wajib kiranya untuk menyisihkan waktu untuk mereka. Sebab anak adalah investasi masa depan kita dunia dan akhirat. Jika kita bisa mendidik mereka dgn akhlak yg baik, budi pekerti yg luhur, kharakter yg kuat, pemikiran yg tajam dan hati yg jernih serta jiwa yg suci yg selalu berusaha untuk menyucikan dirinya maka insya Allah kita sedang membangun masa depan dan peradaban baru yg lebih cerah bagi kita dan anak-anak kita serta surga di dunia dan di akhirat nanti. Sesungguhnya setiap anak terlahir fitrah (dalam keadaan suci), orangtuanyalah yg menjadikan mereka Yahudi, Nasrani, dan Majusi (penyembah api). Demikian sabda sang Nabi SAW jauh 14 abad yg lalu yg sangat sarat makna. Nabi telah meletakkan fondasi dan dasar yg sangat jelas dlm hal mendidik anak jauh sebelum doktrin dan thesis serta ajaran para ilmuwan modern dan pendidik baik barat maupun timur. Jika boleh diibaratkan, anak itu laksana adonan yg akan terbentuk mengikuti siapa yg membentuknya. Jika kita bentuk dgn cara yg baik dan benar serta berlandaskan ajaran2 dan norma2 agama maka insya Allah kelak mereka akan tumbuh menjadi anak-anak yg sholeh/sholehah. Sebaliknya jika kita biarkan dan kita terlantarkan serta dgn sadar atau tdk kita sadari telah memasukkan racun dan virus2 jiwa yakni pendidikan yg buruk maka tdk heran mereka pun akan tumbuh menjadi anak2 yg buruk akhlaknya dan tabiatnya. Maka dari itu wahai kawan dan saudaraku, marilah kita berupaya lahir dan batin, mencurahkan segenap kemampuan kita untuk mendidik dan membentuk anak2 kita menjadi tdk hanya sebagai penyejuk bagi jiwa karena kesholehannya, tetapi juga sebagai penerang alam kubur kita dgn doa-doanya yg tak putus-putus dan pelita di akhirat nanti. Amin Ya Rabbal Alamin. Salam Jenius Luar Biasa!
Baca selengkapnya ..

Senin, 28 Desember 2009

Istiqomah, Istikharah dan Istighfar

Bumi yang kita tempati adalah planet yang selalu berputar, ada siang ada malam. Roda kehidupan dunia juga tidak pernah berhenti, kadang naik kadang turun. Ada suka ada duka. Ada senyum ada tangis. Kadangkala dipuji tapi pada suatu saat kita dicaci. Jangan harapkan ada keabadian perjalanan hidup. Oleh sebab itu agar tidak terombang ambing dan tetap tegar dalam menghadapi segala kemungkinan tantangan hidup kita harus memiliki pegangan dan amalam dalam hidup. Salah satu pegangan dan amalan penting yang diberikan agama kita untuk menghadapi kehidupan ini adalah Istiqomah, Istikharah dan Istighfar. 1. Istiqomah, yaitu kokoh dalam dalam aqidah dan konsisten dalam beribadah. Begitu pentingnya Istiqomah ini sampai Nabi Muhammad Shallahu ‘alaihi wa sam berpesan kepada seseorang seperti dalam hadits berikut: عن أبي سفيان بن عبد الله رضي الله علنه قال: قلت يا رسول الله، قل لي فى الإسلام قولا لا أسأله عنه أحدا غيرك، قال: قل آمنت بالله ثم استقم (رواه مسلم) Dari Abu Sufyan bin Abdillah Radhiallahu ‘anhu berkata: Aku telah berkata, “wahai rasulullah katakanlah kepadaku pesan dalam Islam sehingga aku tidak perlu berkata pada orang lain selain engkau. Nabi menjawab,”katakanlah aku telah beriman kepada Allah kemudian beristiqomahlah”. Orang yang istiqomah selalu kokoh dalam aqidah dan tidak goyang keimanan bersama dalam tantangan hidup. Sekalipun dihadapkan pada tantangan hidup, ibadah tidak ikut redup, kantong kering atau tebal, tetap memperhatikan haram halam, dicaci dipuji, sujud pantang berhenti, sekalipun ia memiliki fasilitas, ia tidak tergoda melakukan kemaksiatan. Orang seperti itulah yang dipuji Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al-qura’an surat fusilat ayat 30 . إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمْ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ Sesungguhnya orang-orang yang mengataka:”tuhan kami ialah Allah’ kemudian mereka meneguhakan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengetakan):”janganlah kamu merasa takut, dan janganlah kamu merasa sedih, dan bergembiralah dengan syurga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. 2. Istikharah, selalu mohon petunjuk kepada Allah dalam setiap langkah dan penuh pertimbangan dalam setiap keputusan. Setiap orang mempunyai kebebasan untuk berbicara dan melakukan suatu perbuatan. Akan tetapi menurut Islam, tidak ada kebebasan yang tanpa batas, dan batas-batas tersebut adalah aturan-aturan agama. Maka seorang muslim yang benar, selalu berfikir berkali-kali sebelum melakukan tindakan atau mengucapakan sebuah ucapan serta ia selalu mohon petunjuk kepada Allah. Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam pernah bersabda: من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا أو ليصمت.(رواه البخاري ومسلم عن أبي هريرة Barang siapa yang beriman kepad Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau diamlah. (HR Al-bukhari dan muslim dari Abu Hurairah) Orang bijak berkata “Think today and speak tomorrow” (berfikirlah hari ini dan berbicaralah besok). Kalau ucapan itu tidak baik apalagi sampai menyakitkan orang lain maka tahanlah, jangan diucapakn, sekalipun menahan ucapan tersebut terasa sakit. Tapi apabila ucapan itu benar dan baik maka katakanlah jangan ditahan sebab lidah kita menjadi lemas untuk bisa meneriakkan kebenaran dan keadilan serta menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar. Mengenai kebebasan ini, malaikat jibril pernah datang kepada Nabi muhammad Shallahu ‘alai wa salam untuk memberikan rambu kehidupan, beliau bersabda: أتاني جبريل فقال: يا محمد عش ما شئت فإنك ميت، وأحبب ما شئت فإنك مفارق، واعمل ما شئت فإنك مجزي به. (رواه البيهقي عن جابر Jibril telah datang kepadaku dan berkata: Hai Muhammad hiduplah sesukamu, tapi sesungguhnya engkau suatu saat pasti akan mati, cintailah apa yang engkau sukai tapi engkau suatua saat pasti berpdisah juga dan lakukanlah yang engkau inginkan sesungguhny semua itu ada balasannya.(HR. Baihaqi dan Jabir) Sabda Nabi Shallahu alihi wasalam ini semakin penting untuk diresapi ketika akhir akhir ini dengan dalih kebebasan, banyak orang berbicara tanpa logika dan data yang benar dan bertindak sekehaendaknya tanpa mengindahkan etika agama. Para pakar barang kali untuk saat saat ini, lebih bijaksana untuk banyak mendengar daripada berbicara yang kadang kadang justru membingungkan masyarakat. Kita memasyarakatkan istikharah dalam segala langkah kita, agar kita benar benar bertindak secara benar dan tidak menimbulkan kekecewaan di kemudian hari. Nabi Muhammad Shallahu ‘alahi wa sallam bersabda: ما خاب من استخار ولا ندم من استشار ولا عال من اقتصد. Tidak rugi orang yang beristikharah, tidak akan kecewa orang yang bermusyawarah dan tidak akan miskin orang yang hidupnya hemat. (HR. Thabrani dari Anas) 2. Istighfar, yaitu selalu introspeksi diri dan mohon ampunan kepada Allah. Setiap orang pernah melakukan kesalahan baik sebagai individu maupun kesalahan sebagai sebuah bangsa. Setiap kesalahan dan dosa itu sebenarnya penyakit yang merusak kehidupan kita. Oleh karena itu ia harus diobati. Tidak sedikit persoalan besar yang kita hadapi akhir akhir ini yang diakibatkan kesalahan kita sendiri. Saatnya kita instrospeksi masa lalu, memohon ampun kepada Allah, melakukan koreksi untuk menyongsong masa depan yang lebih cerah dengan penuh keridloaan Allah. Dalam persoalan ekonomi, jika rizki Allah tidak sampai kepada kita disebabkan karena kesalahan kita, maka yang diobati adalah sifat malas itu. Kita tidak boleh menjadi umat pemalas. Malas adalah bagian dari musuh kita. Jika kesulitan ekonomi tersebut, karena kita kurang bisa melakukan terobosan-terobosan yang produktif maka kreatifitas dan etos kerja umat yang harus kita tumbuhkan. Allah berfirman yang mengisahkan seruan Nabi hud Alaihissalam, kepada kaumnya: وَيَاقَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلْ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ وَلَا تَتَوَلَّوْا مُجْرِمِينَ “dan (Hud) berkata, hai kaumku, mohonlah ampun kepada tuhanmu lalu bertaubatlah kepadakNya, niscaya di menurunkan hujan yang sangat deras atasmu dan dia akan menambahkan kekuatan dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa” (QS. 52) Sekali lagi, tiada kehidupan yang sepi dari tantangan dan godaan. Agar kita tetap tegar dan selamat dalam berbagai gelombang kehidupan, tidak bisa tidak kita harus memiliki dan melakukan tiga amalan di atas yaitu Istiqomah, Istikharah, Isrighfar. Mudah mudahan Allah memberi kekuatan kepada kita untuk menatap masa depan dengan keimanan dan rahmayNya yang melimpah. Amin
Baca selengkapnya ..

Muhasabah diri

Di akhir tahun 2008 Masehi dan tahun 1429 Hijriyah, ada baiknya kita mengevaluasi apa yang telah kita lakukan dan persiapan untuk menggapai masa depan yang lebih baik, hal tersebut diisyaratkan oleh Allah Swt. Dalam firmannya surat al-Hasyr : (59 : 18)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, dan hendaklah setiap diri, mengevaluasi kembali apa yang telah dilakukan untuk menata hari esok. Dan bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kalian kerjakan”.
Menurut tafsir Syekh Syihabuddin Mahmud bin Abdullah al-Husaini al-Alusi dalam kitabnya Ruhul Ma'ani : " setiap perbuatan manusia yang telah dilakukan pada masa lalu, mencerminkan perbuatan dia untuk persiapan diakhirat kelak. Karena hidup didunia bagaikan satu hari dan keesokan harinya merupakan hari akherat, merugilah manusia yang tidak mengetahui tujuan utamanya".
Jika kita berfikir tujuan utama manusia hidup didunia ialah mempersiapkan bekal untuk kehidupan yang kekal yaitu akherat, lalu sudahkah perbuatan yang telah dilakukan kita merupakan manifestasi kecintaan kita kepada Allah Swt?.
Cermin yang paling baik adalah masa lalu, setiap individu memiliki masa lalu yang baik ataupun buruk, dan sebaik-baik manusia adalah selalu mengevaluasi dengan bermuhasabah diri dalam setiap perbuatan yang telah ia lakukan. Sebagaimana pesan Sahabat Nabi Amirul Mukminin Umar bin Khottob : " حاسبوا أنفسكم قبل أن تحاسبوا "
" Evaluasilah (Hisablah) dirimu sebelum kalian dihisab dihadapan Allah kelak"
Pentingnya setiap individu menghisab dirinya sendiri untuk selalu mengintrospeksi tingkat nilai kemanfaatan dia sebagai seorang hamba Allah Swt. yang segala sesuatunya akan dimintai pertanggungjawabannya diakherat kelak. Dan sebaik-baik manusia adalah yang dapat mengambil hikmah dari apa yang telah ia lakukan, lalu menatap hari esok yang lebih baik. Sebagaimana Dalam sebuah ungkapan yang sangat terkenal Rasulullah Saw bersabda, yang artinya : “Barang siapa yang hari ini, tahun ini lebih baik dari hari dan tahun yang lalu, dialah orang yang sukses, tapi siapa yang hari dan tahun ini sama hari dan tahun kemarin maka dia orang yang tertipu, dan siapa yang hari dan tahun ini lebih buruk dairpada hari dan tahun kemarin maka dialah orang yang terlaknat”
Untuk itu, takwa harus senantiasa menjadi bekal dan perhiasan kita setiap tahun, ada baiknya kita melihat kembali jalan untuk menuju takwa. Para ulama menyatakan setidaknya ada lima jalan yang patut kita renungkan mengawali tahun ini dalam menggapai ketakwaan. Jalan-jalan itu adalah:

1. Muhasabah

Yaitu evaluasi diri dan meningkatkan kualitas diri dengan selalu mengambil hikmah dari setiap sesuatu yang terjadi dalam diri kita.

2. Mu’ahadah

Yaitu mengingat-ingat kembali janji yang pernah kita katakan. Setiap saat, setiap shalat kita seringkali bersumpah kepada Allah : إيّاك نعبد و إيّاك نستعين
Hanya kepada-Mu-lah kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolong. Kemudian kita berjanji ; ونسكي ومحياي ومماتي لله رب العالمين إن صلاتي “Sesungguhnya solatku, ibadahku, hidup dan matiku semata-mata karena Allah Rabb semesta alam”. Dengan demikian, ada baiknya kita kembali mengingat-ingat janji dan sumpah kita. Semakin sering kita mengingat janji, insya Allah kita akan senantiasa menapaki kehidupan ini dengan nilai-nilai ketakwaan. Inilah yang disebut dengan mua’ahadah.

3. Mujahadah
Adalah bersungguh-sungguh kepada Allah Swt. Allah menegaskan dalam firmannya : والذين جاهدوا فينا لنهدينهم سبلنا
Orang-orang yang sungguh (mujahadah) dijalan Kami, Kami akan berikan hidayah kejalan kami.

Terkadang kita ibadah tidak dibarengi dengan kesungguhan, hanya menggugurkan kewajiban saja, takut jatuh kedalam dosa dan menapaki kehidupan beragama asal-asalan. Padahal bagi seorang muslim yang ingin menjadi orang-orang yang bertakwa, maka mujahadah atau penuh kesungguhan adalah bagian tak terpisahkan dalam menggapai ketakwaan disamping muhasabah dan mu’ahadah.

4. Muraqabah

Adalah senantiasa merasa diawasi oleh Allah Swt. Inilah diantara pilar ketakwaan yang harus dimiliki setiap kali kita mengawali awal tahun dan menutup tahun yang lalu. Perasaan selalu merasa diawasi oleh Allah dalam bahasa hadisnya adalah Ihsan.
”الإحسان هو أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك"
artinya :“Ihsan adalah engkau senantiasa beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, kalau pun engkau belum bisa melihat-Nya, ketahuilah sesungguhnya Allah melihat kepadamu”.
Muraqabah atau ihsan adalah diantara jalan ketakwaan yang harus kita persiapkan dalam menyongsong dan mengisi lembaran tahun baru.

Dulu dimasa sahabat, sikap muraqabah tertanam dengan baik dihati setiap kaum muslimin. Kita bisa ambil sebuah contoh kisah. Suatu ketika Amirul Mukminin Umar bin Khattab bertemu dengan seorang anak gembala yang sedang menggembalakan kambing-kambingnya. Umar berkata kepada anak tersebut: Wahai anak gembala, juallah kepada saya seekor kambingmu! Si anak gembala menjawab : Kambing-kambing ini ada pemliknya, saya hanya sekedar menggembalakannya saja. Umar lalu berkata : Sudahlah, katakan saja kepada tuanmu, mati dimakan serigala kalau hilang satu tidak akan ketahuan. Dengan tegas si anak itu menjawab : Jika demikian, dimanakah Allah itu? Umar demi mendengar jawaban si anak gembala ia pun menangis dan kemudian memerdekakannya.

Lihatlah, seorang anak gembala yang tidak berpendidikan dan hidup didalam kelas sosial yang rendah tetapi memiliki sifat yang sangat mulia yaitu sifat merasa selalu diawasi oleh Allah dalam segala hal. Itulah yang disebut dengan muraqabah. Muraqabah adalah hal yang sangat penting ketika kita ingin menjadikan takwa sebagai bekal hidup kita ditahun ini dan tahun yang akan datang. Jika sikap ini dimiliki oleh setiap muslim, insya Allah kita tidak akan terjerumus pada perbuatan maksiat. Imam Ghazali mengatakan : ‘Aku yakin dan percaya bahwa Allah selalu melihatku maka aku malu berbuat maksiat kepada-Nya”.

5. Mu’aqobah

Artinya, mencoba memberi sanksi kepada diri manakala diri melakukan sebuah kekhilafan, memberikan teguran dan sanksi kepada diri kalau diri melakukan kesalahan. Ini penting dilakukan agar kita senantiasa meningkatkan amal ibadah kita. Manakala kita terlewat shalat subuh berjamaah maka hukumlah diri dengan infak disiang hari, misalnya. Manakala diri terlewat membaca al-Qur’an ‘iqoblah diri dengan memberi bantuan kepada simiskin. Kalau diri melewatkan sebuah amal shaleh maka hukumlah diri kita sendiri dengan melakukan amal shaleh yang lain. Inilah yang disebut mu’aqabah. Jika sikap ini selalu kita budayakan, insya Allah kita akan selalu mampu meningkatkan kualitas ibadah dan diri kita.

Mengawali tahun 2009 Masehi dan tahun 1429 Hijriyah ini, mari takwa harus kita jadikan hiasan diri, bekal diri, dengan menempuh lima cara tadi. Yaitu muhasabah, muahadah, mujahadah, muraqabah dan mu’aqabah. Evaluasi diri, mengingat-ingat janji diri, punya kesungguhan diri, selalu merasa diawasi Allah dan memberikan hukuman terhadap diri kita sendiri. Jika lima hal ini kita jadikan bekal Insya Allah menapaki hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun kita akan selalu menapakinya dengan indah dan selalu meningkat kualitas diri kita, insya Alla

Baca selengkapnya ..

KIAT BELAJAR DI UNIVERSITAS AL-AZHAR

Kuliah di Universitas al-Azhar Mesir boleh dikatakan impian hampir setiap orang penimba ilmu. Tidak terkecuali anda juga barangkali termasuk di dalamnya. Kini impian itu sudah menjadi kenyataan. Anda kini sudah resmi menjadi mahasiswa Universitas paling sohor se antreo jagat raya, al-Azhar. Dalam hal ini anda pantas untuk berbangga, tetapi jangan dulu berlebihan, karena tugas anda belum selesai. Tugas utama anda berikutnya adalah bagaimana “menundukkan” al-Azhar ini, bagaimana menyerap dan mencerna ilmu-ilmu yang diberikannya sekaligus bagaimana membobol gelar Licence (Lc) dalam waktu yang tepat dan singkat untuk dibawa pulang ke Indonesia nanti. Apakah anda bisa melakukannya? Tentu sangat bisa selama anda punya keinginan dan kerja keras (baca: belajar) yang kuat. Anda tidak berbeda dengan kakak-kakak kelas anda yang kini sudah menyelesaikan tugasnya di al-Azhar ini, yang membedakan hanyalah waktunya saja; mereka lebih dahulu sementara anda segera menyusul. Bahkan, dari segi kemampuan dan motivasi barangkali anda jauh lebih unggul. Kini tinggal bagaimana meningkatkan, membuktikan atau paling tidak mempertahankan kemampuan dan semangat tadi. Anda harus selalu ingat bahwa pada dasarnya model belajar di mana saja sama; membutuhkan ketekunan, keuletan, kerajinan dan kesungguhan. Hanya saja, yang sedikit membedakan adalah intensitas, penekanan yang disesuaikan dengan lingkungan tempat anda belajar. Apa yang harus anda persiapkan untuk menghadapi al-Azhar? Sebelum menginjak lebih jauh persoalan kiat belajar yang harus anda persiapkan, yang pertama harus anda ingat adalah bahwa anda kini belajar di negara orang lain yang bahasa dan sisitem pengajarannya sangat berbeda dengan di Indonesia. Apabila ketika di Indonesia anda tidak mengalami masalah dengan bahasa karena bahasa sendiri, kini anda dituntut untuk menyampaikan keinginan Duktur dengan menggunakan bahasa Duktur tadi. Di samping itu, bila di Indonesia tidak ada istilah tidak naik tingkat di kuliah, kini anda dihadapkan pada sisitim sebaliknya, minimal tiga mata kuliah anda tertinggal, maka anda dinyatakan rasib atau tidak naik. Hal ini tentunya jangan dijadikan sebagai penghalang, tetapi sebaliknya harus dijadikan tantangan untuk terus belajar lebih giat. Inilah barangkali yang kemudian menjadi stigma bahwa kuliah di al-Azhar adalah sulit. Pernyataan sulitnya kuliah di al-Azhar sesungguhnya tidaklah semuanya benar. Betul, al-Azhar sedikit lebih sulit dibandingkan dengan kuliah di Indonesia karena system yang berbeda, tetapi tidak berarti tidak dapat ditembus dan dilalui. Selama ada kerja keras dalam belajar dan berdoa, anda dijamin dapat menembusnya. Ada beberapa kiat global yang dapat penulis suguhkan dalam rangka mengahadapi al-Azhar ini: Pertama, anda harus selalu ingat bahwa tujuan utama anda ke Mesir ini adalah untuk belajar. Mesir adalah surga bagi semua jenis manusia. Mesir surga bagi bussinessman, surga bagi mereka yang menyukai pergerakan politik, surga bagi mereka yang gemar berorganisasi, bahkan surga bagi mereka yang suka bermalas-malasan menghamburkan uang kiriman orang tua sekalipun. Dalam perjalanan studi, anda akan dihadapkan kepada kecenderungan-kecenderungan di atas. Permasalahannya, mampuhkan anda mempertahankan tujuan utama anda tadi yaitu untuk belajar? Meski tujuan utama anda adalah belajar, namun tidak berarti anda harus menutup diri dari kecenderungan-kecenderungan lainnya, hanya saja anda harus memberikan porsi yang lebih banyak untuk belajar mengingat dia adalah tujuan utama anda. Dalam ilmu manajemen, ada analog bagus yang dapat anda pegang dalam mengarungi studi nanti. Sebuah gelas kosong dapat anda isi dengan tiga elemen, batu besar, pasir dan air. Batu besar adalah symbol dari tujuan utama anda (primer/dharury), sedang pasir adalah tujuan kedua (skunder/hajiy) dan air adalah sampingan anda berikutnya (tersier /tahsiny). Elemen pertama yang harus anda masukan adalah batu besar karena di samping merupakan tujuan utama, juga masih dapat memungkinkan masuknya elemen lainnya, baik pasir maupun air. Namun, bila elemen pasir atau air anda masukan terlebih dahulu, maka batu besar yang merupakan tujuan primer anda jelas tidak dapat anda masukan. Batu besar dalam analog di atas, dalam kaitannya dengan anda adalah belajar dan menuntut ilmu, menyelesaikan kuliah di al-Azhar dalam waktu yang tepat. Sedangkan, pasir adalah symbol dari kegiatan anda lainnya, seperti organisasi dan tulis menulis. Demikian juga dengan air merupakan symbol dari kegiatan sampingan anda lainnya semisal bisnis dan berjualan. Ini penting mengingat terkadang setelah beberapa bulan anda tinggal di Mesir, “batu besar” itu berubah menjadi “pasir” atau bahkan “air”. Karenanya, tidak mengherankan, banyak di antara teman-teman yang belajarnya kemudian menjadi tersendat gara-gara batu besar yang seharusnya dimasukkan pertama berubah menjadi pasir dan air. Untuk itu, anda senantiasa harus mengingat bahwa batu besar anda ke Mesir ini adalah untuk belajar, bukan untuk yang lainnya. Kedua, mengenali diri. Hal berikutnya yang harus dilakukan adalah kenali diri anda masing-masing. Termasuk mengenali diri adalah mengenal kemampuan (basic), daya juhud, factor penghalang / pendorong serta kesehatan fisik dan lingkungan. Semua ini merupakan pijakan utama untuk merumuskan strategi berikutnya. Bagi yang kemampuannya sedang, berarti semangat belajarnya harus lebih hebat dan kuat serta bahkan mungkin lebih baik tidak mengaktifkan diri terlebih dahulu di organisasi sebelum paling tidak anda lulus dalam tahun pertama dan kedua. Toh, bila tahun pertama dan kedua anda selesai, kesempatan itu tidak akan hilang bahkan akan lebih tenang. Saya yakin, anda lebih mengerti diri anda sendiri. Saya yakin, anda lebih tahu kemampuan anda dalam bahasa Arab yang merupakan modal utama kuliah anda di al-Azhar. Bila anda merasa bahasa Arabnya masih kurang, maka yang pertama harus anda lakukan adalah memperkuat bahasa Arabnya, misalnya melalui bimbingan kepada kakak-kakak kelas. Saya yakin, anda juga lebih mengetahui kemampuan anda dalam daya hapal dan memahami bacaan. Karena dalam belajar nanti, ada beberapa bahkan banyak materi pelajaran yang harus anda hapalkan agar anda dapat lulus dalam mata kuliah (maddah) tersebut, misalnya maddah al-Qur’an dan Fiqh. Bila anda merasa kurang dalam hal ini, maka anda juga harus meminta bimbingan kepada kakak kelas di samping anda harus lebih banyak mengulang hapalan dan pelajarannya. Saya yakin, anda juga lebih mengetahui waktu-waktu yang lebih mudah untuk menghapal. Bila anda mengetahuinya, segera lakukan di waktu tersebut. Karena tidak semua orang sama dalam hal waktu yang tepat untuk menghapal. Ada orang yang lebih mudah belajar di tempat rame sambil mendengarkan musik, ada juga yang lebih mudah kalau di tempat sunyi, ada yang lebih mudah setelah shalat shubuh ada juga yang menjelang tidur. Semua yang saya sebutkan di atas, hanyalah di antara hal-hal yang harus anda kenali terlebih dahulu untuk diri anda. Bila semua ini sudah anda kenali baik, maka anda akan mengetahui cara efektif dalam merumuskan strategi belajar berikutnya. Ketiga, pengaturan waktu yang jelas dan tegas. Jelas maksudnya, kejelasan antara waktu belajar dengan aktifitas lainnya. Sedangkan yang dimaksud tegas adalah tegas dengan apa yang telah ditetapkan. Bila dalam sehari anda mentargetkan belajar 7 jam, maka harus diusahakan agar target itu tercapai. Apapun kegiatan yang mengganggu usaha pencapaian target, anda harus tegas meninggalkannya. Pengaturan waktu ini penting mengingat di antara factor penting yang menyebabkan sebagian teman-teman gagal dalam studinya, juga lantaran tidak pandai mengatur waktu. Jangan heran apabila anda mendapatkan orang yang pandai dan pintar tetapi gagal dalam studinya karena dia tidak bisa mengatur waktu. Waktu yang seharusnya dipakai untuk belajar, malah dipergunakan untuk kegiatan lainnya semisal organisasi dan bisnis. Demikian juga jangan heran apabila anda mendapatkan teman yang sibuk dengan organisasi dan kegiatan lainnya tetapi sukses juga dalam studinya, karena dia bisa membagi waktu. Dia bisa membagi kapan waktu untuk belajar dan kapan pula untuk kegiatan lainnya. Berapa waktu yang tepat yang anda butuhkan untuk belajar di al-Azhar? Menurut pengamatan penulis, bagi mereka yang kemampuannya minimal pas-pasan, waktu dua bulan setengah dengan durasi belajar minimal 3 jam sehari dalam setiap term ujian, cukup untuk mengantarkan anda menjadi orang yang najah (lulus) dengan predikat maqbul (cukup). Waktu 3 jam ini dapat anda atur misalnya, satu jam di pagi hari, satu jam setelah waktu dhuhur dan satu jam lagi di malam hari. Dengan demikian anda dalam setiap term membutuhkan waktu 225 jam belajar dengan rincian bila dalam satu term ada 9 maddah (mata kuliah), maka setiap maddah membutuhkan waktu belajar 25 jam. Waktu 25 jam ini, 5 jam untuk membaca sambil mengetahui kata-kata yang belum anda ketahui artinya, 10 jam untuk membaca sambil memahami bacaan dan 10 jam untuk menghapal materi-materi pelajaran yang memang membutuhkan hapalan. Bila dikalkulasikan, maka dalam setahun (dua term) anda hanya membutuhkan waktu 450 jam atau sekitar 19 hari kurang 6 jam (dengan hitungan sehari 24 jam). Atau sekitar 37 hari lebih 6 jam bila satu hari dihitung 12 jam. Ini artinya, maksimal anda dalam setahun hanya membutuhkan waktu sebulan 7 hari untuk belajar demi mendapatkan maqbul dan najah ke tahun berikutnya. Masih tersisa sekitar 11 bulan untuk diisi dengan kegiatan lainnya semisal talaqqi (sorogan), organisasi, tulis menulis dan kegiatan bermanfaat lainnya. Meski waktu untuk belajar hanya sekitar satu bulan, namun konsistensi dan kontinuitas anda terhadap waktu tersebut betul-betul sangat dipertaruhkan. Untuk menuju ke arah dimaksud yang anda butuhkan hanyalah pengaturan waktu yang jelas dan tegas. Jelas bahwa minimal waktu belajar anda—kalau hanya mentargetkan maqbul—sekitar 225 jam tiap term atau minimal 3 jam setiap harinya, dan tegas, apapun yang menghalangi upaya pencapaian target anda harus tegas menolaknya. Keempat, semangat belajar yang ditingkatkan. Di antara kendala terbesar kita adalah model belajar ketika di Indonesia yang umumnya lebih santai, tenang, adem dan bahkan kadang sistem SKS (Sistem Kebut Semalam), terbawa ketika anda kuliah di al-Azhar. Padahal, harus selalu diingat bahwa kuliah di al-Azhar jauh lebih membutuhkan konsentrasi dan perhatian penuh ketimbang semasa anda di Indonesia. Paling tidak, mengingat perbedaan mendasar seperti factor bahasa dan system pengajaran sebagaimana yang telah penulis utarakan di atas. Keempat, persiapan yang matang. Tahap ini lebih ditujukkan kepada penguasaan materi yang memadai. Untuk dapat menguasai materi secara baik, dibutuhkan dua langakah penting: (1) membaca muqarrar (buku paket kuliah) yang tidak hanya beberapa kali tapi harus berkali-kali, mulai dari tahap membaca untuk mengetahui kata-kata yang belum diketahui artinya, membaca untuk memahami dan mendalami materi sampai kepada membaca untuk menghapal dan memantapkan pemahaman. (2) Untuk menguasai materi dengan baik, juga diperlukan membaca buku lain yang ada kaitannya dengan tema yang sedang dipelajari. Ini penting, mengingat muqarrar umumnya lebih singkat dan cenderung kurang jelas. Kelima, berdoa dan memohon doa. Menghadapi ujian di al-Azhar tidak hanya memerlukan persiapan jasmani saja dalam pengertian penguasaan materi tetapi juga kesiapan rohani yakni ketenangan. Untuk itu, berdoa adalah sesuatu yang harus dilakukan. Bukan hanya itu, mintalah juga doa kepada orang saleh dan orang terdekat kita terutama orang tua. Bila hati telah tenang, itulah bukti bahwa anda telah siap ujian. Demikian, di antara trik dan metode global yang bisa penulis suguhkan dalam menghadapi al-Azhar. Semoga apa yang saya paparkan berguna bagi kita semua sekaligus menjadi pemompa semangat taman-teman untuk terus belajar dan belajar. Semua mempunyai kesempatan yang sama, dan semuanya bisa, tidak ada lagi perbedaan antara lulusan pondok pesantren A dengan lulusan pondok pesantren B atau dengan yang non pesantren sekalipun, yang membedakan hanyalah usaha / kerja keras yang maksimal, belajar yang rajin dan kuat serta doa yang tidak boleh putus. Bila berkat idzin Allah kakak-kakak kelas anda yang otak dan basic-nya pas-pasan dapat menjebol pintu al-Azhar, maka anda yang otaknya cerdas dan basic-nya kuat jauh lebih mempunyai kesempatan untuk “menundukkan” al-Azhar. Tinggal sekarang, anda harus berani mencoba, siap berusaha dan tidak pernah lupa berdoa. Semoga. Penulis mahasiswa pascasarjana Universitas al-Azhar Kairo Jurusan Ushul Fiqh dan alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Aep Saepulloh Darusmanwiat
Baca selengkapnya ..

Minggu, 27 Desember 2009

Berbagilah....

Kebahagiaan itu adalah buah dari kerja keras. Tidak ada keberhasilan yang berbuah kebahagiaan tanpa kerja keras. Dalam dunia kejahatan saja orang harus berjibaku untuk sampai pada puncak prestasi, maka tentu meraih kemuliaan kerja keras lebih dituntut lagi. Kebahagiaan akan teruji jika, salah satu diantaranya, kita berusaha berbagi dan memberi yang terbaik untuk saudara kita. Manusia memang tak pernah puas dalam banyak hal. Tidak jarang jika ia memiliki kelebihan, ia kesulitan membaginya pada yang lain. Amal yang diiringi iman tidak akan pernah berbuah kegundahan dan kesulitan, bahkan menjadi aset kebahagiaan yang tak terkira, yang diperoleh dengan banyak mengecapnya manisnya sabar. Marilah memberi dan berbagi dengan belajar dari kehidupan ini. Setiap kali digaungkan tentang keindahan persaudaraan, setiap itu pula membuat yang lain penasaran dan ingin menilik lebih jauh. Karena agama ini punya konsep berbagi dengan saudaranya sesama muslim. Tentang ini, torehan sejarah terlalu banyak untuk dikenang dan di ulas. Sejarah telah menuturkan dirinya, namun sudahkah keindahan sejarah kita bertutur lewat tingkah laku kita? Di belahan dunia sana, banyak saudara saudari kita yang tak tenang hidupnya, perang mencabik-cabik mereka, raga mereka terancam. Di sudut sana, orang bergelimang harta namun hatinya begitu miskin. Mereka tak kunjung mengecap kebahagiaan. Lalu dimanakah letak kebahagiaan itu? Kebahagiaan sejati terletak di relung hati. Bahagia itu disini. Salah satu sumber kebahagiaan itu adalah saat kita mampu berbagi. Berbagi apa saja. Idealnya kita memberi saudara kita seperti yang kita punya. Tapi, jika tidak maka membagi ungkapan suka pun bagian dari memberi, bukankah Rabb kita berkata wa amma bini’matika fa haddist. Jika kita tak punya yang lain untuk diberikan maka berikan doamu. Doakan ia agar keteguhan selalu menyertainya, agar ia selalu taat di jalan agamanya. Meski ia tak berharta, namun keteguhan adalah modal utama dalam menghadapi hidup ini. Maka, berbagilah agar kau bahagia. Baca selengkapnya ..

KONSEP RUMAH ISLAMI


Mempunyai rumah yang indah dan nyaman merupakan impian setiap orang. Rumah merupakan tempat kita berteduh dalam artian rohani ataupun jasmani. Secara jasmani rumah adalah tempat berteduh dari panas dan hujan, terpaan angin kencang serta berbagai gangguan lingkungan lainnya. Rumah secara rohani merupakan tempat dimana setiap penghuninya mempunyai rasa kerasan dan nyaman. Menjadikan hati tenteran dan menyejukkan. Seakan terlupa rasa letih dan penatnya selepas bekerja mencari nafkah bagi seorang suami. Bagi seorang istri rumah merupakan tempat beribadah yang potensial, melayani suami, merawat anak, memasak, membersihkan rumah, dan berbagai kegiatan lain yang dapat menambah pundi pahala jika dilakukan dengan ikhlas dan tanpa pamrih. Sebenarnya rumah seperti apa sih yang dapat memberikan kita perlindungan baik dalam artian jasmani maupun rohani? Pertanyaan ini beberapa kali sempat terbersit di benak saya dan ada niatan dalam hati untuk dapat mewujudkan impian, mempunyai rumah yang berkah dan media membentuk keluarga sakinah, mawaddah, warohmah dan dakwah. Apalagi mungkin buat rekan-rekan putra yang tengah mempersiapkan segala hal untuk menapakai jenjang pernikahan ternasuk mempersiapkan tempat tinggal, pertanyaan tersebut mungkin telah sering muncul. Beberapa usaha saya lakukan untuk menjawab pertanyaan itu. Browsing menjadi usaha termudah. Maklum, internet telah menjadi gudang ilmu bagi banyak kalangan termasuk akademisi. Beberapa orang dengan berlatar belakang pendidikan arsitek telah menuangkan buah pemikirannya. Kembali ke pertanyaan tadi, kalimat yang dapat menjawab pertanyaan itu adalah rumah yang mempunyai konsep Islami. Berarti kita harus mengetahui rumah yang mempunyai konsep Islami. Berikut konsep rumah Islami yang saya sadur dari artikel Konsep Design Rumah dalam Peradaban Islam oleh Ardy Arsyad, ST, M.Eng. Sc. Pertama, kosmologi arsitektur rumah mengandung nilai bahwa alam dan manusia mempunyai missi untuk menyembah Allah SWT. Manusia dianggap sebagai makhluk yang berakal dan berkemauan bebas namun bertanggung jawab kepada sesama, alam dan alam dalam rangka beribadah kepada Allah SWT. Kedua, Arsitektur yang merepresentasi nilai-nilai sejarah dan missi islam yang terlihat dari dinasti-dinasti islam, politik dan kota-kota Islam. Ketiga, Arsitektur yang menghormati konsep halal-haram sebagaiman yang terdapat dalam hukum islam. Keempat, arsitektur yang melambangkan spiritualitas seperti penggunaan hiasan kaligrafi dan arabesques. Rehman (2002) dalam the Grand Tradition of Islamic Architecture menjelaskan bahwa aristektur yang islam adalah arsitektur yang berlandaskan Qur’an dan Hadist Rasulullah SAW. Bangunan arsitektur tersebut harus sesuai dengan nilai-nilai: Pertama adalah tauhid dan risalah. Bangunan didirikan tidak ada didalamnya unsur syirik dalam pembuatannya, desain dan ornament di dalamnya (termasuk didalamnya penggunaan patung). Bangunan itu tidak dibuat dengan mengotori atau merusak alam, binatang dan tumbuhan. Oleh karena itu, hiasan dan ornament interior dalam aristektur Islam banyak menggunakan motif tumbuhan (arabesques), kaligrafi dan geometri. Kedua, Qur’an memberikan kesadaran akan lingkungan dan realitas lingkungan. Diantaranya adalah struktur matematika dalam Qu’ran yang menghubungkan intelektual dan spiritual Islam dan Matematika sebagaimana yang terkandung dalam struktur dari Qur’an sendiri dan symbol-simbol numeric dari huruf dan kata. Oleh karena itu, seni arsitektur Islam berkembang dalam konsep geometri, astronomi dan metafisik. Konsep ini dapat dilihat di QS 3:191 Ketiga, Konsep Desain berbasis geometri murni. Bangunan memiliki “badan” yang didesain dengan konsep geometri. Adapun jiwanya dapat didesain dengan memodifikasi pengcahayaan, ventilasi, efek suara, landskap, warna, teksture, dan interior dan eksterior. Konsep ini bisa dilihat dari rumah-rumah, masjid, makam, atau tamam. Empat, konsep syurga di Bumi. Dalam QS 2:82 dan 55:46-47, Allah SWT mendeskripsikan taman-taman Syurga. Arsitektur Islam sangat dipengaruhi dengan konsep taman dan courtyard sehingga landskap menjadi bagian yang tak terpisahkan dari bangunan. Kelima, konsep cahaya. Cahaya sebagai symbol spiritualitas dikenal dalam dunia sufi. Arsitektur Islam mendesain pengcahayaan, bayang-bayang, panas dan dingin dari angin, air beserta efek pendinginnya, dan tanah. Tujuannya adalah agar komponen insulating ini harmonis dengan alam. Konsep dan nilai tersebut diatas merupakan framework dalam mendesain rumah yang memiliki nilai-nilai Islam dalam rangka beribadah kepada Allah SWT. Bagaimana bentuk dan ukuran Rumah dalam peradaban Islam itu. Campo (1991) mencatat bahwa Rasulullah SAW membangun rumah ketika pertama kali tiba di Madinah sehabis hijrah. Diantara banyaknya penawaran, Rasulullah SAW menerima permintaan sebuah keluarga dari Bani Najjar yang memberikan tanah untuk ditinggali. Tanah ini dulunya adalah tempat mengeringkan korma dan kuburan orang-orang musyrik. Rasulullah SAW menyetujui dengan syarat tanah ini diratakan dan kuburan dipindahkan. Hal Ini memiliki arti bahwa tidak dibenarkan dalam Islam, adanya kuburan dalam rumah. Dalam segi konstruksi, rumah Rasulullah dibangun dari batu bata yang terbuat dari campuran tanah liat dengan serat gandum atau barley dan dikeringkan dengan panas matahari. Rumah Rasulullah berdinding bata, dilengkapi courtyard yang luas (open space di dalam bangunan), dan memiliki entrance di bagian utara dan selatan. Rumah dengan konsep house-mosque tersebut memiliki tiga pintu. Ketika kiblat diubah dari Jerussalem ke Makkah, pintu selatan ditutup dan dijadikan dinding untuk arah kiblat. Kamar-kamar rumah Rasulullah beratap pelepah kurma dengan luas tiap kamar sekitar 23 m2 dan tinggi plafon 2,7 – 3,6 meter. Kamar-kamar bertambah dari 1- 9 sesuai jumlah istri-istri Rasulullah. Ada kebiasan di zaman Rasulullah, bahwa jika hendak membangun pondasi rumah, maka para sahabat baik kaum Muhajirin dan Anshar diundang untuk bekerja bersama. Campo (1991) juga mengungkapkan bahwa ukuran rumah di Mesir pada era Fatimiyah di abad ke-10 dan 11 M, cukup besar bagi sebuah keluarga terdiri dari seorang suami, istri dan anak. Ukuran rumah mengakomodasi keluarga inti dan juga dikembangkan jika ada perluasan keluarga (jika anak juga menikah dan berkeluarga). Mereka hidup di dalam satu bangunan atau satu kelompok bangunan dan membentuk neighborhood. Tidak ada pemisahan antara space pria dan wanita ketika era Fatimiyah. Kepemilikan rumah adalah kepemilikan bersama Kadang-kadang keluarga menyewakan atau menjual salah satu bagian rumah untuk menjadi pendapatan tambahan. Faroqhi (2002) menjelaskan bahwa di zaman kekaisaran Ottoman Turki (1590-1700), rumah biasanya terdiri dari bangunan dan courtyard, tidak jarang juga dilengkapi dengan taman. Rumah tersebut memiliki “tabhane” (ruang utama) yang dipakai sebagai tempat meneriman tamu. Karena cukup besar, ruangan ini kadang difungsikan sebagai living room. Selain itu rumah juga memiliki “sofa” (ruang terbuka atau tertutup) untuk hall penghubung antar kamar. Bangunan rumah pada masa itu terdiri dari dua lantai atau satu lantai dengan jumlah kamar 4-5 kamar, 1 courtyard, 2 toilet, kitchen, sofa, ruang mencuci, dan ruang tamu (tabhane). Ukuran kamar biasanya sekitar 5-6 meter panjang, 3-4 meter lebar, dan tinggi 3 meter. Ukuran ini merupakan ukuran standar bagi kebanyakan keluarga. Bagi mereka yang berpenghasilan tinggi, rumah tentu memiliki kamar lebih banyak dan ukuran lebih besar. Bahkan, rumah orang-orang kaya ini terdiri dari bagian-bagian rumah khusus wanita (“harem”) dan “selamlik” khusus untuk tamu pria. Kadang-kadang memiliki 2 bangunan yang terpisah yang dihubungkan dengan courtyard atau sofa lengkap dengan berandah. Faroqhi (1987) mencatat bahwa rumah pada masa itu memiliki ciri khas yang sama yakni courtyard dan taman. Selain itu, patut pula dicatat bahwa bagi yang mempunyai kuda sebagai kendaraan dimasa itu, rumah dilengkapi dengan istal. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa konsep rumah dalam peradaban Islam adalah rumah yang mempunyai banyak kamar, dan dilengkapi tabhane, taman, dan courtyard. Hal ini menegaskan bahwa keluarga dalam konsep Islam cenderung besar. Keluarga besar ini tentu membutuhkan privasi yang dapat dipenuhi ketersediaan kamar yang cukup. Kamar-kamar ini juga diperuntukkan bagi orang tua atau sanak family yang datang bersilaturrahim. Selain itu, konsep living room dan hall memberikan penghargaan bagi tamu yang datang, dan juga tempat berkumpulnya anggota keluarga. Sedangkan konsep courtyard di dalam rumah, ini bukan hanya bagus untuk ventilasi dan pengcahayaan, namun juga menjadi arena rekreasional yang memungkinkan anak-anak dan remaja muslimah bermain tanpa harus memakai hijab (dengan privasi), dan menjadi tempat berkontemplasi-bercengkerama dengan alam. Dalam mendesain rumah, Islam juga mengatur mengenai konsep silaturrahim dan konsep ummah, dimana manusia harus menjaga hubungan dengan lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu konsep rumah dalam Islam mempunyai space khusus untuk menerima tamu pada hari-hari raya dan untuk acara-acara keluarga. Hanya saja, ada semacam perjanjian tak tertulis bagi tamu dan penghuni rumah (Campo, 1991). Tamu memasuki rumah lewat pintu depan kemudian melalui koridor menuju courtyard bagian dalam. Koridor ini didesain sedemikian agar tidak mengganggu privasi penghuni rumah. Tamu kemudian duduk di verandah yang menghadap ke courtyard. Jika ada acara besar di rumah, tamu diundang ke semacam ruangan disekitar courtyard yang didesain lengkap dengan taman, kolam, dan air mancur yang menciptakan suasana yang nyaman bagi tamu dan tuan rumah. Hanya saja, konsep desain rumah kini mengalami evolusi. Ukuran rumah tidak lagi standar sebagaimana dijelaskan di atas namun mengecil mengikuti tingkat ekonomi keluarga. Bahkan, di kota-kota besar, dengan terbatasnya lahan dan mahalnya biaya membangun rumah, membuat konsep rumah yang Islami menjadi sulit. Dalam lingkungan seperti ini privasi menjadi hal yang sulit terpenuhi apalagi jika jumlah anggota keluarga cukup banyak. Tingkat stress menjadi sangat tinggi. Selain itu, ada kecenderungan bahwa rumah sekarang menjadikan penghuninya semakin individualis dan asosial. Hal ini ditandai dengan makin kecil dan simplenya ruang tamu dan penggunaan pagar yang tinggi dengan alasan keamaan.Adalah menjadi tantangan bagi kaum terpelajar dan menengah muslim untuk hidup dalam lingkungan yang Islami termasuk memiliki rumah yang menjamin privasi, kenyamanan sekaligus bisa menjadi wahana bersilaturrahim dengan lingkungan sekitar. Lingkungan yang Islami akan modal bagi pembentuk masyarakat Islam demi terwujudnya peradaban dan kejayaan Islam. Secara praktisnya berikut hal-hal yang harus diperhatikan dalam mendesain rumah yang Islami: 1. Tidak perlu meminta petunjuk dari orang pintar/paranormal untuk menentukan hari dan tanggal yang baik dalam membuat rumah karena semua hari dan tanggal itu baik disisi Allah. Mempercayai hal2 yang berbau takhayul bisa membuat kita jatuh dalam perbuatan syirik. 2. Karena rumah adalah kehormatan dan rahasia, maka jangan membuat rumah yang banyak kaca tembus pandangnya hingga memungkinkan orang luar bisa melihat ke dalam rumah kita. Hal ini untuk menjaga rahasia dan aurat keluarga kita. 3. Akan lebih baik jika kita membuat rumah dengan kamar yang banyak sehingga kita bisa memisahkan kamar anak laki2 dan perempuan. Juga jika sewaktu2 ada tamu yang ingin bermalam, kita bisa membantunya menyediakan kamar. Tapi hendaknya kamar untuk tamu terpisah dari ruang keluarga sehingga tidak memungkinkan tamu bisa melihat dengan bebas ruang keluarga. 4. WC atau toilet hendaknya dibuat tidak menghadap/membelakangi kiblat karena ada larangan Rasulullah shalallahu'alaihi wasallam. Meskipun ada khilaf, jika tertutup dengan bangunan maka diperbolehkan. tapi untuk kehati2an lebih baik menghadap ke arah lain. 5. Jangan meninggikan bangunan, karena itu termasuk tanda2 hari kiamat sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah shalallahu'alaihi wasallam ketika ditanya oleh malaikat jibril. Hmmm....artikel yang panjang yah? Semoga rekan-rekan tidak bosan membacanya karena sayang jika melewatkan satu kata pun tentang konsep rumah yang dapat menjadikan kita nyaman dan aman secara jasmani dan rohani. Semoga bermanfaat. Wassalamualaikum Wr wb
Baca selengkapnya ..

Batu loncatan untuk menuju sukses


Ketakutan-ketakutan akan membatasi Anda untuk melakukan berbagai hal yang sangat berarti bagi Anda. Mulailah sekarang juga untuk melangkah, menuju tujuan Anda meskipun selangkah demi selangkah tetapi akan membawa Anda ke tujuan, asal arah yang Anda tempuh benar. Mimpi memang sangat perlu untuk memelihara gairah hidup dan kemajuan, tetapi mimpi tanpa disertai tindakan hanyalah seperti pepesan kosong belaka. Aplikasi atau tindakanlah yang membuat orang sukses, tentu saja setelah mimpi yang tinggi dan ilmu yang mencukupi. Bagaimanapun mimpi yang bernilai tinggi otomatis memerlukan pengorbanan yang tinggi pula dan kerja yang terfokus. Diam tidak pasti, bertindak tidak pasti, kalau begitu mendingan kita bertindak. Semakin berkerja keras kita, semakin beruntung kita. Apalagi jika niat kita lurus, tidak ada kerja keras kita yang sia-sia. Allah Mahatahu, sehingga pasti akan tahu apa yang terbaik bagi kita, termasuk mungkin kita harus lebih banyak berusaha. Sedetik waktu terlewat, tidak akan pernah bisa kembali. Maka jangan sia-siakan waktu yang kita miliki. Sesungguhnya waktu adalah hidup, dan hidup sendiri adalah menjalani waktu. Sejauh mana Anda menghargai waktu, berarti sejauh itulah Anda menghargai hidup Anda. Bekerjalah sebaik mungkin, pikirkan berbagai kemungkinan yang terjadi, sehingga jika kemungkinan tersebut datang kita sudah siap. Bisa saja esok akan lebih sulit. Ketidakpastian selalu menyertai kita, jangan lari, percuma. Yang perlu dilakukan ialah gunakanlah kreatifitas Anda untuk mencari solusi-solusi baru dan tetaplah semangat untuk mengaplikasikan solusi-solusi tersebut. Mungkin saja setiap masalah dan tantangan yang kita anggap sulit itu masih ada solusinya, namun belum terpikirkan oleh kita. Hindarilah membatasi diri Anda, pikiran-pikiran Anda, atau mimpi-mimpi Anda, sebab, apa yang kita lakukan atau apa yang kita buat esok hari tidak pernah terpikirkan hari ini. Manusia sudah diberi kemampuan untuk berkreasi. Tidak ada waktu yang lebih baik selain sekarang untuk memulai hidup yang baik. Anda tidak perlu untuk menciptakan ulang kehidupan anda di waktu yang sudah lewat. Mulailah meskipun hanya dengan satu langkah, yang penting anda memulai, jangan ditunda untuk besok. Jika Anda ingin beruntung, persiapkan diri Anda dengan membina sikap Anda dan membekali diri dengan berbagai keterampilan yang memadai. Anak bebek akan bertingkah seperti ayam saat menganggap dirinya ayam. Sebaliknya anak bebek bertingkah laku sebagai mana bebek lainnya saat dia sadar kalau dia itu bebek. Fenomena ini juga berlaku pada manusia, dia akan bertingkah sesuai dengan anggapan pada dirinya sendiri. Sekali kita underestimate terhadap diri sendiri, kita akan rugi, karena potensi kita akan terkungkung oleh batas yang terlalu sempit dibandingkan dengan batas yang sebenarnya. Cacat atau kekurangan lainnya mem ang akan membatasi kebebasan kita di suatu sisi. Namun kebebasan itu banyak dan bermacam-macam, jika salah satu kebebasan kita terpenjara, kita masih bisa mencari kebebasan yang lainnya. Jangan menganggap diri kita tidak mampu sebelum mencoba, belajar, dan berlatih. Kita memiliki keunikan masing-masing yang dapat menjadi keunggulan kita masing-masing. Jika Anda belum merasa memiliki keunggulan saat ini, mungkin Anda belum memiliki semangat yang tinggi dan motivasi yang kuat dalam rangka menggali potensi Anda. Untuk meraih keunggulan lebih tinggi kita memerlukan bantuan orang lain. Dalam mengahadapi perubahan dan untuk menjadi manusia unggul ada satu jalan yang tidak boleh tidak harus kita lakukan, yaitu selalu memperbaiki diri terus-menerus. Allah SWT memerintahkan kita untuk mau berpikir tentang penciptaan-Nya yang begitu menakjubkan, rumit, dan kompleks. Namun semua itu telah Allah SWT tundukan untuk kita. Ini sebagai tanda bahwa manusia memiliki kemampuan (dari Allah) untuk menundukan apa yang ada di langit dan di bumi. Mengevaluasi apa yang kita lakukan dan semua pencapaian kita. Apapun hasilnya akan menjadi fondasi kuat untuk kehidupan kita dimasa mendatang yang lebih baik. Lalui kesulitan dan betakwalah, maka kemudahan pun akan datang.
Baca selengkapnya ..
© 2009 - Khair syuhada' & friska syahidah | Free Blogger Template designed by Choen

Home | Top